Page 9 - Antologi Puisi Agraria Indonesia
P. 9

petani, dan seterusnya. Berpuluh-puluh, ratusan, ribuan buku
            dan berbagai laporan penelitian mengatakan hal yang sama, ada
            persoalan dengan kenyataan agraria kita. Namun semuanya juga
            berujung pada sunyi yang lainnya, buku-buku dan berbagai laporan
            penelitian yang hanya tertata rapi di atas rak berdebu. Keadaan tak
            semakin membaik. Puisi-puisi dalam buku ini kemudian mencoba
            membuka jalan dalam sunyi.
                Penulis-penulis dalam buku ini beragam, mulai dari anak SD
            hingga orang-orang dewasa. Semuanya adalah pelaku dari berbagai
            kerumitan agraria di negeri ini. Mungkin itulah kelebihan bahasa
            puisi, semua umur bisa setara dalam ungkapan. Anda tentu bisa
            menelusuri sendiri dalam buku ini. Karya-karya yang merekam
            situasi agraria dari beberapa tempat, Ujung Kulon, Tasikmalaya,
            Garut, Cilacap, Kulon Progo, Gorontalo, Makassar, Sapeken, dan
            Madura. Masih banyak tempat lain dengan kekhasan persoalan
            agrarianya masing-masing yang belum berhasil dirangkum dalam
            usaha ini. Berbagai keterbatasan masih meliputi penyusunan
            antologi ini. Terlepas dari itu, setidaknya usaha kecil ini bisa
            memberi cermin yang lain pula, ketika puisi mulai bicara.
                Setelah mempelajari semua puisi yang ada, kami menangkap
            adanya beberapa kesamaan minat dan pengalaman agraria di
            dalam berbagai karya ini. Sekiranya jika bisa kami sebut sebagai
            pengalaman kolektif agraria. Pengalaman bersama, meliputi- yang
            kami istilahkan, Tanah-tanah basah, Tanah-tanah kerontang, Tanah-
            tanah urban, dan Tanah-tanah lengang. Ada empat penandaan,
            basah, kerontang, urban dan lengang. Kiranya itulah tematik utama
            dari diksi-diksi yang terkumpul dalam buku ini, menandai tematik
            situasi agraria di sekitar kita. Persisnya bagaimana penandaan itu
            terhubung, semua kita tentu bebas mendeteksi dengan modus
            pembacaan beserta pengalaman sendiri pula. Sebagai pengalaman
            bersama, kami kembalikan juga pada sidang pembaca untuk

            viii  Antologi Puisi Agraria Indonesia
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14