Page 294 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 294

PPPM - STPN Yogyakarta              Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat

                   Tabel 2 juga menunjukkan bahwa harga tanah di kota jauh lebih
 Kota  Transaksi di PPAT  NJOP  ZNT  tinggi daripada harga tanah di desa dan hal ini merupakan fenomena
 1  729.927  702.000  2.106.000  yang wajar dan logis serta konsisten dengan teori landrent. Dalam
 2  2.109.589  1.274.000  3.822.000  teori  ini  diungkapkan  bahwa  nilai  property  termasuk  tanah  me-
 3  1.119.792  916.000  2.748.000  ningkat ke arah kota dan sebaliknya menurun ke arah desa. Menurut
 4  1.216.814  1.416.000  4.248.000
               penjelasan  teori  ini  dikemukakan bahwa  kota  adalah tempat  ter-
 5  833.333  614.000  1.842.000
               sedia nya faktor produksi dan tempat memasarkan hasil produksi.
 6  2.079.208  1.032.000  3.096.000
               Oleh  karena  itu,  bagi  mereka  yang  tinggal  di  wilayah  kota  tidak
 7  2.745.098  1.573.000  4.719.000
               perlu  mengeluarkan  ongkos  mahal  untuk  memperoleh  faktor
 8  1.500.000  1.147.000  3.441.000
               produksi tersebut, sebaliknya mereka yang tinggal di desa memerlu-
 9  1.370.370  614.000  1.842.000
               kan ongkos besar untuk dapat memperoleh faktor produksi tersebut
 10  956.757  802.000  2.406.000
               di kota. Demikian halnya dengan penjualan produksi yang adanya
 11  400.000  285.000  855.000
               di kota, maka bagi mereka para produsen di desa harus mengeluarkan
 12  547.445  464.000  1.392.000
               biaya  yang  besar  untuk  sampai  ke  kota.  Biaya-biaya  itulah  yang
 13  500.000  464.000  1.392.000
               bertindak  sebagai  faktor  penyesuai  sehingga  nilai  tanah  di  kota
 14  888.889  335.000  1.005.000
               lebih tinggi daripada di desa.
 15  912.863  802.000  2.406.000
                   Di desa, rasio antara harga tanah dalam akta PPAT terhadap
 16  369.458  335.000  1.005.000
               harga tanah NJOP di desa mencapai 3,35, sedangkan rasio antara
 17  477.327  480.000  1.440.000
               harga tanah menurut Peta ZNT terhadap harga tanah NJOP sebesar
 18  1.760.563  916.000  2.748.000
               6,16,  dan  rasio  antara  harga  tanah  menurut  Peta  ZNT  terhadap
 19  2.500.000  1.032.000  3.096.000
               haraga tanah dalam akta PPAT sebesar 1,84. Angka 3,35  menunjuk-
 Sumber: Data hasil dokumentasi tahun 2014 di Kantor Pertanahan Kab. Kediri.
               kan bahwa peningkatan harga tanah di desa-desa memang cukup
 Analisis terhadap ketiga jenis data harga tanah dari Tabel 1 di   tinggi, sedangkan harga tanah menurut NJOP sangat tertinggal (not
 atas disajikan dalam Tabel 2. Menurut Tabel 2 ini diketahui bahwa   updated)  sehingga  PPAT bersepakat  mencantumkan  harga  tanah
 baik  di  desa  maupun  di  kota  menunjukkan  gejala  bahwa  harga   dalam Akta PPAT secara logis agak tinggi walaupun masih jauh di

 tanah  menurut  Peta  ZNT  paling  tinggi  disusul  oleh  harga  tanah   bawah harga terkini (Peta ZNT). Angka 6,16 menunjukkan bahwa
 dalam akta PPAT dan paling rendah adalah harga tanah menurut   peningkatan harga riil di lapangan memang sudah tinggi, terebih
 NJOP PBB. Urutan besar harga tanah menurut ketiga sumber yang   jika dibandingkan terhadap harga menurut NJOP yang tidak pernah
 demikian itu adalah wajar. Kewajaran tersebut, karena harga tanah   dimutakhirkan  sejak  puluhan  tahun  yang  lalu.  Angka-angka  itu
 menurut NJOP sangat tertinggal karena tidak pernah dimutakhirkan,   menurut penulis sangat wajar dan senada dengan besaran-besaran
 harga  tanah  dalam  akta  PPAT  telah  diatur  memang  harus  lebih   peningkatan  harga  tanah  riil  di  lapangan  yang  berkisar  antara  3
 tinggi daripada harga tanah menurut NJOP SPPT, dan harga tanah   hingga 6 kali dibandingkan harga tanah menurut NJOP (Sudirman

 dalam Peta ZNT memang harga tanah terkini yang termutakhirkan.   et al., 2012; Sudirman et al., 2013).

 292                                                                         293
   289   290   291   292   293   294   295   296   297   298   299