Page 85 - Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
P. 85
hak (pasal 1 poin 12); ditambah dengan penegasan hak sebagaimana yang
telah disebutkan dalam Pasal 60 ayat (2) Permenag Nomor 3 Tahun 1997.
Peraturan Bersama ini menempatkan Kepala BPN sebagai Ketua
Tim Identifikasi Penguasaan Pemilikan, Penggunaan, dan pemanfaatan
Tanah (IP4T) di dalam kawasan hutan, yang beranggotakan unsur dinas
kabupaten/kota, unsur balai pemantapan kawasan hutan, unsur dinas/
badan kabupaten/kota yang menangani urusan di bidang tata ruang, camat
dan lurah setempat atau dengan sebutan lain (Pasal 2 ayat [2]). Dalam Pasal
4 dinyatakan bahwa tugas utama Tim IP4T adalah untuk menghasilkan
analisis berupa rekomendasi yang melampirkan peta P4T Non-kadastral
dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT). Hasil
analisa tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk diproses lebih lanjut.
Kebijakan ini akan menghasilkan perubahan kawasan hutan.
Atas hasil analisis di atas, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota tidak langsung menerbitkan sertipikat
namun menyerahkan hasil analisa itu kepada Kementerian Kehutanan cq.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan (Pasal 11). Lalu Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan melakukan kajian terhadap hasil analisis tersebut
dan melaksanakan tata batas kawasan hutan di lapangan dalam waktu
paling lama 14 hari jam kerja (Pasal 12). Dari hasil tata batas tersebut
terbit Surat Keputusan Perubahan Batas Kawasan Hutan sebagai dasar
penerbitan sertipikat hak atas tanah (Pasal 13 ayat [1]) yang dikeluarkan
oleh BPN RI. Hasil perubahan kawasan tersebut diintegrasikan dalam
rencana tata ruang wilayah (Bab V).
78 Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan

