Page 38 - Perspektif Agraria Kritis
P. 38
Teori, Kebijakan, dan Kajian
Kajian Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) terkait
lokasi-lokasi calon TORA yang dirilis oleh KLHK menemukan
beberapa tipologi obyek RA sebagai berikut:
(1) Lokasi tanah-tanah tersebut adalah desa-desa yang telah
lama digarap petani dan masyarakat adat, dan terdapat
organisasi masyarakat yang selama ini aktif dalam
mendorong reforma agraria;
(2) Lokasi dan masyarakat telah tepat, namun masyarakat
belum terorganisasi dengan baik sehingga keberlanjutan
paska distribusi tanah belum terumuskan dengan jelas
oleh masyarakat;
(3) Lokasi tersebut berupa tanah kosong yang cocok untuk
pertanian dan perkebunan,
(4) Lokasi tersebut tidak layak dijadikan objek reforma
agraria karena tidak subur, berbatu, dan salah sasaran
karena berada di perairan, tebing curam, dan lain-lain.
Ada persoalan kritis dari langkah KLHK merilis lokasi
“reforma agraria” tersebut yang cenderung dilaksanakan
secara top-down. Melepaskan kawasan hutan tanpa didasari
usulan masyarakat sementara sebagian besar berupa tanah
yang tidak berpenghuni akan membuat lokasi-lokasi itu
dengan mudah menjadi incaran pengusaha yang selama ini
lapar lahan, atau kelompok kepentingan lain yang bersikap
pragmatis dan oportunis dalam melihat kebijakan reforma
agraria. Kondisi ini tidak saja akan makin menjauhkan dari
prinsip mendasar mengapa reforma agraria secara ideologis
sejak lama patut diperjuangkan, namun sudah barang tentu
juga bertolak belakang dari tujuan RA itu sendiri. Sebaiknya,
KLHK menunda proses pelepasan kawasan hutan (klaim
TORA hutan) yang kondisi lapangannya tidak sesuai dengan
rencana redistribusi tanah untuk rakyat.
Menjembatani hal tersebut, kalangan masyarakat sipil
membuat inisiatif penetapan Lokasi Prioritas Reforma Agraria
xxxvii