Page 191 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 191
Ranah Studi Agraria
Hal ini juga didukung oleh pengukuran dengan indikator lain,
walau dengan penjelasan yang sedikit berbeda.
Tabel 5.5. Tingkat Penyakapan Menurut Luas Garapan
di 15 Desa Sampel: 12 Desa di Jawa (1979, 1980, 1981) dan 3 Desa
di Sulawesi Selatan (1982)
Proporsi Luas Sawah yang digarap oleh Jumlah luas
Pemiliknya sendiri Petani yang Petani sawah garapan
Desa (pemilik- tidak memiliki penggarap pada saat
penggarap murni) tanah (%) campuran penelitian
(%) (%) (ha) (%)
JAWA BARAT
1. Sentul 62 20 18 47,61 100
2. Mariuk 83 12 5 62,37 100
3. Jati 72 4 24 50,66 100
4. Sukaambit 71 7 22 24,83 100
5. Balida 66 11 23 39,69 100
6. Wargabinangun 27 46 27 62,18 100
JAWA TENGAH
7. Kebanggaan 52 10 38 34,00 100
8. Wanarata 83 2 15 33,28 100
9. Rowosari 72 12 16 20,10 100
JAWA TIMUR
10. Geneng 50 32 18 32,71 100
11. Janti 71 5 24 16,06 100
12. Sukosari 64 1 35 42,05 100
SULAWESI SELATAN
13. Minasabaji 49 12 39 76,15 100
14. Salo 14 24 62 139,60 100
15. Cabbeng 27 36 37 58,09 100
Perincian untuk tiap desa dapat dilihat pada Lampiran 5.3.
Jikalau bukan dengan proporsi luas garapan, melainkan
dengan melihat proporsi jumlah petani menurut status ga-
rapannya, maka keadaannya tetap menunjukkan bahwa gejala
penyekapan itu masih umum (Tabel 5.6). Tetapi ada dua ma-
cam penjelasan yang berbeda dari penjelasan di atas. Pertama,
dari Tabel 5.6. tampak bahwa proporsi jumlah tunakisma yang
memperoleh tanah garapan di sebagian besar desa penelitian
(9 dari 15 desa), lebih besar daripada proporsi pemilik tanah
122