Page 243 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 243

Ranah Studi Agraria

            tanah luas daripada pemilik tanah sempit atau lebih-lebih para
            tunakisma. Tingkat kemiskinan  masih menunjukkan angka
            yang tinggi (lebih dari 40%). Pada strata pemilikan tanah yang
            sempit dan tunakismalah terdapat proporsi keluarga miskin

            yang lebih besar. Dengan demikian berarti bahwa pemilikan
            tanah tetap merupakan faktor yang turut menentukan tingkat
            hidup di pedesaan.
                UUPA dan UUPBH belum berjalan sebagaimana mestinya.
            Sistem gadai-menggadai yang menurut UU no. 56 tahun 1960
            sudah dilarang, ternyata masih berjalan, bahkan di beberapa
            desa meningkat. Kelembagaan penguasaan tanah dalam sistem
            gogolan baru berubah dalam status pemilikan formalnya
            sesuai UUPA-1960. Tetapi kebiasaan lain yang berkaitan
            dengan hak gogolan yaitu kewajiban-kewajiban yang menyer-
            tainya, masih tetap berjalan. Demikian pula dengan sistem bagi
            hasil masih belum sesuai dengan UUPBH.
                Terdapat empat macam hubungan kerja pertanian. yaitu:
            (a) hubungan kerja dengan sistem upah borongan, (b) hu-
            bungan kerja dengan upah harian, (c) hubungan kerja dengan
            sistem tukar-menukar tenaga kerja, dan (d) hubungan kerja
            dalam bentuk ceblokan/kedokan. Di desa-desa Sulawesi Sela-
            tan sistem pengupahan borongan masih dalam taraf peralihan

            dari sistem tukar tenaga ke arah sistem pengupahan dengan
            uang. Di sana yang dominan ialah sistem tukar tenaga.
                Kelembagaan ceblokan/kedokan mengalami perubahan
            selama 10 tahun terakhir ini. Beban kerja yang menjadi kewa-
            jiban penceblok/pengedok bertambah besar. Sedangkan upah
            yang berbentuk bawon secara proporsional tidak berubah,
            walaupun jumlah mutlaknya memang naik.

            174
   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247   248