Page 100 - Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria
P. 100
Seluk Beluk Masalah Agraria
desa perdikan dan tanah partikelir, dan kemudian mengha-
puskan “hak-hak conversie” dari perusahaan-perusahaan tebu
di kesultanan Yogya dan Solo; untuk kemudian tanahnya
didistribusikan kepada petani tunakisma (Selo Soemardjan
1962). Hal ini dilanjutkan dengan penyiapan UU Agraria Na-
sional sehingga dihasilkan UUPA 1960 yang menjadi landasan
kebijakan Reforma Agraria.
Sayangnya, seperti disinggung di atas, di tengah-tengah
proses ini perjanjian KMB telah menghasilkan kesepakatan
yang menjadi titik balik bagi politik dan kebijakan agraria yang
dicita-citakan. Salah satu isi perjanjian KMB yang terkait
dengan masalah perkebunan besar adalah butir yang menya-
takan bahwa perkebunan-perkebunan besar yang diduduki
rakyat harus dikembalikan kepada pemegang haknya semula,
yaitu kaum modal swasta Belanda. Ini artinya rakyat yang
sudah terlanjur menduduki perkebunan itu, yang turut dido-
rong oleh pemerintah pendudukan Jepang, harus diusir dari
tanah-tanah tersebut.
Butir kesepakatan ini jelas mempengaruhi dan memper-
sulit kebijakan agraria yang telah digariskan sebelumnya. Iro-
nisnya, Ketua Delegasi Indonesia dalam perjanjian KMB itu
adalah Bung Hatta, yang notabene jauh-jauh hari sudah men-
canangkan bahwa perkebunan-perkebunan besar itu dahu-
lunya tanah milik rakyat (dan karenanya perlu dikembalikan
kepada rakyat). Dalam kondisi politik yang demikian itu,
segala sesuatu menjadi sulit, dilematis, dan ambigu, terutama
dalam hal kebijakan agraria. Di satu sisi, kita tetap ingin kem-
bali kepada kebijakan yang telah digariskan sejak 1946, namun
di sisi yang lain, sekalipun telah kembali menjadi negara kesa-
63