Page 151 - Buku Siswa Kelas 6 Tema 7 Revisi 2018
P. 151

Mengapa Tidak Boleh Marah?
                                                    Oleh: Nuniek Puspitawati




                       “Sabar..., kenapa harus marah”, itu selalu pesan kakek. Kakek berumur 80
                       tahun. Rambutnya memutih dan beberapa giginya sudah tanggal, tetapi ia
                       masih sangat tekun dan bersemangat melakukan hobinya, yaitu berkebun.


                       Kakek merawat beberapa tanaman obat di pekarangan depan rumah kami.
                       Kakek tidak banyak bicara, tetapi ia juga tidak dapat diam. Selalu ada saja yang
                       dikerjakannya. Dari mulai berkebun, membaca koran, atau sekadar menemani
                       kami bermain.

                       Satu hal yang selalu ia sampaikan pada setiap kesempatan adalah petuahnya
                       untuk bersabar dan tidak marah. Tidak hanya ditujukan kepadaku dan saudara-
                       saudaraku, tetapi  juga  kepada  ayah,  ibu, dan semua  orang  yang pernah
                       singgah di rumah kami. Aku sering memikirkan nasihat itu. Aku bertanya
                       kepada diriku sendiri. “Mengapa kita tidak boleh marah? Bukankah Tuhan
                       yang menganugerahkan beragam perasaan kepada manusia? Senang, sedih,
                       susah, kecewa, dan juga perasaan marah.”

                       Hingga pada suatu hari, ketika aku sedang bermain lompat bambu bersama
                       teman-teman di lapangan depan rumah. Tiba-tiba, Ali yang baru saja
                       melakukan hom pim pa untuk menentukan pemain dan penjaga, mendadak
                       membanting batang bambu yang sedang ia pegang. Bambu itu menimpa kaki
                       Siti hingga ia berteriak kesakitan. Hanya dalam hitungan detik, kakek tiba-
                       tiba telah berada di dekat kami dan membantu Siti yang terjatuh kesakitan.
                       Rupanya kakek duduk di beranda rumah dan mengawasi kami bermain.

                       “Lihat  akibat  kemarahanmu  Ali,  temanmu  menjadi  korban.    Dapatkah  kau
                       kendalikan amarahmu? Pikirkan akibat yang akan terjadi sebelum kau marah”,
                       ujar kakek kepada Ali sambil menolong Siti.

                       Sesaat aku terpana, terkejut atas kejadian yang begitu cepat. Lalu aku tersadar,
                       aku telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang selama ini berada
                       dalam pikiranku.

                        “Tidak mengapa jika memang kita merasa marah, tetapi bagaimana kamu
                       menyikapi amarah itu sehingga tidak akan merugikan diri sendiri dan juga
                       orang lain, itu kuncinya”

                       “Manusialah yang seharusnya mengendalikan amarah, bukan amarah yang
                       mengendalikan manusia.”

                       Bagaimana dengan dirimu? Dapatkah kamu mengendalikan amarahmu?





                                                                           Tema 7: Kepemimpinan           145






                                             Di unduh dari : Bukupaket.com
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156