Page 35 - Pendidikan-Agama-Kristen--Kelas-8
P. 35
Setelah keluar dari penjara, kekasihnya telah menikah dengan orang lain.
Statusnya sebagai bekas narapidana menyebabkannya sukar memperoleh
pekerjaan. Ketika melamar pekerjaan ia menjadi bahan ejekan dan hinaan.
Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan akan menjadi perampok.
Dia telah mengincar sebuah rumah di bagian selatan kota yang akan
menjadi sasarannya. Dalam rumah tersebut hanya ada seorang anak kecil
buta yang tinggal sendirian.
Dia pergi ke rumah tersebut dan mencongkel pintu utama sambil
membawa sebuah pisau belati. Ketika ia masuk ke dalam rumah, sebuah
suara lembut bertanya, “Siapa itu?” Moore sembarangan menjawab, “Saya
adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepada saya.”
Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata, “Selamat datang,
namaku Kay, tetapi papaku malam baru sampai ke rumah, paman apakah
engkau mau bermain sebentar dengan saya?” Dia memandang dengan mata
yang besar dan terang tetapi tidak melihat apapun, dengan wajah penuh
harapan. Di bawah tatapan memohon yang tulus, Moore lupa kepada
tujuan awalnya, dan langsung menyetujui.
Dia sangat terheran-heran dengan anak yang berumur 8 tahun dan
buta ini dapat bermain piano dengan lancar. Lagu-lagu yang dimainkannya
sangat indah dan gembira. Bagi seorang anak normal harus melakukan
upaya besar sampai ke tingkat seperti anak buta ini.
Setelah selesai bermain piano, anak ini melukis sebuah lukisan yang
hanya dapat dirasakan di dalam dunia anak buta ini, seperti melukis
matahari, bunga, ayah-ibu, dan teman-teman. Dunia anak buta ini rupanya
tidak kosong. Walaupun lukisannya kelihatannya sangat canggung, bentuk
bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi dia melukis dengan sangat
serius dan tulus.
“Paman, apakah matahari seperti ini?” Moore tiba-tiba merasa sangat
terharu, lalu dia melukis di telapak tangan anak ini beberapa bulatan,
“Matahari bentuknya bulat dan terang, warnanya keemasan.”
“Paman, apa warna keemasan itu?” Dia mendongakkan wajahnya yang
mungil seraya bertanya, Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ke
tempat terik matahari, “Emas adalah sebuah warna yang sangat vitalitas, bisa
membuat orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa
memberi kita kekuatan.”
Anak buta ini dengan gembira menggunakan tangannya meraba ke
empat penjuru seraya berkata, “Paman, saya sudah merasakan, sangat
hangat, dia pasti akan sama dengan warna senyuman paman.” Moore dengan
penuh sabar menjelaskan kepadanya berbagai warna dan bentuk barang.
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 27