Page 16 - MODUL TEKS ULASAN
P. 16
Wahyu Agung Prasetyo mengakui bahwa latar belakang film “Tilik” adalah
fenomena yang ada di masyarakat Indonesia khususnya yang terlalu percaya dan menelan
mentah-mentah informasi yang tersebar di internet. Wahyu menggambarkan fenomena sosial
tersebut melalui tokoh Ibu Tejo yang menganggap internet sebagai sumber informasi yang
paling akurat. “Film ini itu benang merahnya membahas informasi terkait banyaknya isu
hoaks di mana-mana. Apalagi era digital modernisasi sekarang ini sangat digandrungi
masyarakat Indonesia. Nah ini yang menjadi rentan, menjadi penting kenapa film ini harus
diproduksi sekarang,” ungkap Agung.
Film “Tilik” sempat populer dan menjadi buah bibir karena alur ceritanya dinilai
sangat sesuai dengan kehidupan sehari-hari khususnya para Ibu. Berkaitan dengan
kepopuleran tersebut, Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yakni Drajat
Tri Kartono mencoba melihat film tersebut dari sudut pandang sosiologi. Menurutnya, film
“Tilik” jarak refleksinya antara penggambaran kehidupan sehari-hari dengan masa sekarang
sangat dekat sekali. “Jadi yang pertama film itu viral karena film itu mampu menampilkan
sebuah realitas kehidupan perempuan kelas menengah ke bawah dengan segala macam corak
dan isinya itu sangat dekat,” ujarnya saat dihubungi kompas.com, Kamis (20/8/2020). Drajat
melanjutkan bahwa film itu menggambarkan perempuan yang memiliki solidaritas mekanik
di kelas menengah ke bawah. Drajat menjelaskan, solidaritas mekanik adalah solidaritas
yang muncul pada masyarakat ketika berkumpul. Mereka berkumpul karena perasaan. Selain
itu, mereka diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja
antar anggota kelompok. “Maka dari itu, ketika di truk para Ibu-ibu bebas bercerita tentang
bermacam-macam hal,” jelas Drajat.
Penggunaan alur maju dalam film “Tilik” membuat penonton mudah untuk
mengikuti jalan ceritanya. Selain itu, penguasaan karakter setiap tokoh sangat bagus dan
menjiwai. Penggambaran tokoh Ibu Tejo sebagai Ibu-ibu pada umumnya di Indonesia
digambarkan sangat kuat. Namun, plot twist yang ditampilkan tidak diperjelas sehingga
penonton merasa kebingungan. Penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan dalam
film “Tilik” dapat membuat penonton kurang memahami cerita karena tidak semua penonton
meengerti bahasa Jawa namun adanya subtittle dapat membantu sedikit pemahaman
penonton.
Film “Tilik” mengangkat cerita yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat
sehingga membuat penonton dapat menafsirkan film tersebut lebih mudah. Mesikupun film
tersebut menonjolkan adegan perbincangan yang terjadi sepanjang perjalanan menjenguk Ibu
Lurah di atas truk namun banyak pesan moral yang dapat diambil, seperti kepedulian yang
masih melekat di masyarakat desa, sikap untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang
tersebar di Internet tanpa adanya sumber yang jelas dan bukti yang akurat, sikap agar tidak
membicarakan aib orang lain, dan sebagainya. Secara keseluruhan, film “Tilik” dapat
ditonton oleh seluruh masyarakat tanpa batas usia karena film tilik bercerita tentang
kehidupan sehari-hari yang sering ditemui dan terjadi.
Sumber: https://jakarta.tribunnews.com/amp/2020/08/21/film-tilik-jadi-trending-sosiolog-ungkap-
alasannya-ada-hubunganya-dengan-bu-tedjo?page=3 (diakses pada 24 Maret 2022, dengan
pengubahan)
Aulia Hana Erisafitri 9