Page 106 - 3 Curut Berkacu
P. 106
88 3 Curut Berkacu
“Coba, gimana perasaan lu kalo lu direndahin sama orang?” tanyanya sambil menepuk pundak gue.
Kata-kita Iqbal seakan gledek yang baru saja menyambar kuping gue. Seketika tawa gue terhenti. Gue sesaat mencerna apa yang barusan dikatakan Iqbal. Tidak ada yang salah. Gue yang berlebihan. Gue hanya terdiam, Bima juga.
“Gini, Yu... Bim...” lanjut Iqbal sambil memandangi gue dan Bima bergantian.
“Kita selalu harus bisa menghargai orang lain, siapapun itu! Kalo kita ingin dihargai dan dihormati orang lain, kita yang harus duluan menghargai dan menghormati orang. Apalagi orang itu umurnya jauh di atas kita.” Jelas Iqbal.
“Dia mungkin punya kekurangan, karena gangguan jiwa, tapi itu bukan alasan untuk kita meremehkannya. Ingat deh, bro, hanya orang remeh yang ngeremehin orang lain!”
Gubrak!!! Kali ini gue merasa tertimpa sesuatu. Kata- kata Iqbal ini sederhana tapi memiliki muatan yang sangat dalam. Gue terpaku tanpa gerak, rasa bersalah menyelimuti diri gue. Bahkan untuk mendongak pun rasanya sangat berat.
“Katanya Pramuka, tau tentang landasan dasar dalam Dasa Dharma Pramuka, praktekin dong!” pekik Iqbal. Gue masih terdiam. Jari-jari tangan gue kusilangkan, kulepaskan, kusilangkan lagi, saking salting-nya gue.
Iqbal benar. Tidak seharusnya gue gitu. Dan ini membuat gue semakin bangga memiliki Iqbal sebagai sahabat gue. Iqbal selalu ingetin gue jika gue kadang jadi ‘rada-rada’. Gue jadi teringat saat di Pesantren dulu, sebuah