Page 104 - 3 Curut Berkacu
P. 104
86 3 Curut Berkacu
ke pundak si pria tua itu dari samping. Melihat kejadian ini, semua ikut tertawa. Entah apa alasan kami semua tertawa. Aneh memang.
“Lagi ngopo, Mbah?” tanya Polisi itu ke si pria tua dengan logat Jawa, masih dalam keadaan merangkulnya dari samping. “Yooo, biasa, Pak, karo anak-anak iki loh, Pak.” Jawab si pria tua yang kelihatan mulai salah tingkah, senyumnya juga dipaksakan. “Loh, kenapa sama anak- anak, Mbah?” tanya Pak Polisi. Namun si pria tua tidak menjawabnya, hanya tersenyum sambil memandang ke arah kami kemudian menundukkan kepalanya.
“Yo wes, ikut kene yo, Mbah!” ajak Pak Polisi meraih lengan si pria tua itu sambil menunjuk ke arah pos jaga Polisi. Si pria tua itu ikut tanpa penolakan sedikitpun. Mereka berlalu di hadapan kami meninggalkan setumpuk pertanyaan. Apa si pria tua itu yang dimaksudh ‘pembina baru’ oleh pak Polisi tadi? Apa maksudnya? Siapa pria tua yang dipanggil ‘Mbah’ oleh pak Polisi tadi? Mengapa pria tua itu tiba-tiba hadir di tengah-tengah kami? Ada apa sih sebenarnya?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu tak juga terjawab hingga sesi materi Krida berakhir. Gue mengikuti materi dengan penuh tanda tanya tentang si ‘Mbah’.
***
Tiba-tiba seorang senior menepuk pundak gue sambil memberi ucapan selamat sesaat setelah dari mesjid di sela waktu Ishoma. Gue melongo kebingungan. Bima dan Iqbal yang juga bersama gue ikut melongo. Selamat atas apa
“Selamat ya, Din.”