Page 102 - 3 Curut Berkacu
P. 102

 84 3 Curut Berkacu
menyelanya. Tapi sudahlah, nasi sudah jadi bubur. Akhirnya, 7 seri push-up telah kami selesaikan. Nafas Bima masih tersengal-sengal. Gue juga, tapi tidak separah kondisi Bima. Iqbal kelihatan selow aja. Gue menoleh ke arah pria tua itu, masih tertawa-tawa, semakin aneh. Gue geram melihatnya. Mungkin dalam sistem saraf ketawa, –
Pseudobulbar Affect, di otaknya ada yang konslet kali ya. Materi Krida mulai dilanjutkan lagi. Gue belum sepenuhnya bisa berkonsentrasi. Apalagi ditambah kelakuan aneh si pria tua itu dengan tingkah barunya. Aksi dia kali ini adalah saat mengikat tali sepatunya. Dia mengikat dengan melingkarkan tali ke punggung hingga alas sepatunya dan kembali ke punggung lagi, dari atas ke bawah, dan itu tidak beraturan. Lucunya lagi, karena merasa tali itu tidak cukup panjang untuk dilingkarkan, dia mengambil kantong kresek dari tong sampah yang tidak jauh dari tempatnya berada, kemudian disambungkan pada ujung tali sepatunya, trus
dilingkarkannya lagi, trus diikat.
“Itu liat deh, Bim. Kelakuannya rada-rada, kan?”
tegur gue ke Bima sambil menyenggol pelan pundaknya. “Hihihi, iya ya, Yu. Segala itu buat apa dia ikat kantong kresek di sepatunya,” celetuk Bima. Iqbal tak ketinggalan memerhatikan dengan muka keheranan.
Ternyata bukan hanya gue, Bima, dan Iqbal saja yang memandangi si pria tua itu dengan penuh heran. Semua teman-teman dan kakak-kakak senior juga. Khususnya Kak Afif, gue perhatikan raut wajahnya seketika menjadi tak enak pandang. Tapi memang sih, wajahnya sudah tak enak pandang dari sononya, hehehe... Canda loh, Kak. Jangan marah ya! Muach!




























































































   100   101   102   103   104