Page 101 - 3 Curut Berkacu
P. 101

 Kakek Sotoy 83
saja.
Kali ini gue merasa suasana menjadi berbeda. Tingkah
dan tawa pria tua ini bukan saja mengundang kecurigaan gue, Iqbal, dan Bima. Tapi dari raut muka dan postur Kak Afif juga menandakan hal serupa. Gue melihat Kak Afif berbisik dengan senior yang lain dan senior itu mengangguk, entah apa yang ia bisikkan.
Tanpa banyak kata, kami bertiga akhirnya harus turun untuk menyelesaikan hukuman setelah meminta izin ke senior. Iqbal memimpin penghitungan jumlah push-up. “Satu-dua-satu! Satu-dua-dua! Satu-dua-tiga! Satu-dua- empat!” teriak Iqbal dengan lantang.
Gue mulai ngos-ngosan saat memasuki hitungan seri ketiga. Suara nafas Bima berdesih tak beraturan lagi bertanda sudah kewalahan, belum lagi kelebihan bobot tubuh yang dimilikinya menambah beban hukuman ini semakin berat saja, keringatnya bercucuran sangat deras. Kasian Bima.
Meski begitu, kami bertiga tetap menjalani hukuman dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab. Sambil push-up, samar-samar terdengan suara si pria tua itu tertawa-tawa. Sesekali dia berada di samping gue, tetap tertawa-tawa. Gue bisa membayangkan wajah tua kriputnya yang sangat menjengkelkan itu. Saat menjalani hukuman pertama, gue tidak merasa seberat ini bebannya. Mungkin karena gue memang salah dan harus bertanggung jawab. Tapi hukuman saat ini, gue tidak sepenuhnya merasa salah. Wajar dong gue dan Bima bicara sejenak dengan Iqbal sesaat setelah menjalani hukuman pertama. Lagi pula materi belum juga dimulai setelah si pria tua brengsek itu




























































































   99   100   101   102   103