Page 82 - 3 Curut Berkacu
P. 82
64 3 Curut Berkacu
yuk!” ajaknya tiba-tiba sambil menarik lengan gue. Dan gue tidak sedikit pun menolak. Aneh, kok gue mau aja diajak selfie sama badak Jawa, pikir gue. Alhasil, gue ikutan selfie. Lebih anehnya lagi, gue juga mengikuti gaya pose dia, so cool manja dengan menjulurkan lidah. Tapi gak masalah, sesekali menyenangkan teman kan bisa dapat pahala.
“3...2...1..., jepret!” suara jepretan kamera sesaat setelah timer kameranya menghitung mundur. “Liat hasilnya,” sahut gue sambil merampas ponsel dari genggamannya. Lumayanlah hasilnya, antara langit dan bumi. Gue langitnya, Bima buminya. Bima memang jago dalam membentuk pose wajah jelek. Gue sih tidak kaget. Toh, dia sudah memiliki basic utamanya, wajah jelek.
Karena merasa aneh, Iqbal menatap kami berdua. Melihat tingkah gue bersama seekor mamalia, Iqbal hanya cengar cengir.
Soto pesanan kami pun tiba. Diantarkan langsung oleh Abang soto. Mangkuk pertama dan kedua untuk Bima dan gue. Selanjutnya si Abang soto kembali ke grobak mengambil mangkuk ketiga untuk Iqbal. Semangkuk soto yang berisi nasi, bihun dan tauge dengan taburan ayam suir, bawang goreng, irisan daun bawang, yang disirami dengan kuah kaldu panas dan ditambah perasan jeruk limau, benar-benar membuat kami tak sabar lagi untuk melahapnya. Cacing-cacing di usus kami pun sejak tadi meraung-raung tak sabar, ‘woiii, makan bang! Makan! Laper nih,’ seakan seperti itulah raungan mereka.
Mangkuk soto sudah di tangan masing-masing. Setiap mangkuk dilapisi piring plastik kecil yang berfungsi selain mewadahi kuah yang meleber, juga untuk menahan