Page 73 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 73
Memahami Makna Bid‟ah | 71
sahabatnya. Keyakinan Rasulullah yang merupakan keyakinan
Ahlul Haq menetapkan bahwa seorang mukmin, walaupun ia
melakukan dosa besar; maka ia tidak dihukumi kafir, kecuali apa
bila ia menghalalkan perbuatan dosa tersebut. Al-Imam Abu Ja‟far
ath-Thahawi (w 321 H) dalam risalah Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama‟ah yang populer dengan al-„Aqidah ath-Thahawiyyah
menuliskan:
ِ
َ ػىاَ.و ِ َ َ ك َ س َ ت َ ح َ ل َ َ لَا َ ٍ ْ َ ة َ َ َ ذب َ ن َ ب َ َ م ِ َ َ لبقلاَل َ ن َ َ ىأ ْ ْ َ مَا َ دحأَر َ فك ُ ّ َ نَىاو
ً
ْ َ ْ َ
“Dan kita tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat [artinya;
orang-orang Islam] karena dosa yang ia perbuatnya, selama ia
tidak menghalalkan dosa tersebut”.
(Empat): Bid‟ah sesat dalam mengharamkan dan
mengkafirkan orang yang ber-tawassul dengan para Nabi atau
dengan orang-orang saleh setelah para nabi atau orang-orang
saleh tersebut meninggal. Atau pengkafiran terhadap orang yang
tawassul dengan para nabi atau orang-orang saleh di masa hidup
mereka namun orang yang ber-tawassul ini tidak berada di
hadapan mereka. Juga, bid‟ah pengkafiran terhadap orang-orang
Islam yang ber-tabarruk (mencari berkah) dengan peninggalan-
peninggalan para Nabi. Orang yang pertama kali memunculkan
bid‟ah sesat ini adalah Ahmad ibn „Abdul Halim ibn Taimiyah al-
Harrani (W 728 H), yang kemudian diambil oleh Muhammad ibn
„Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang dikenal dengan
kelompok Wahhabiyyah. Dalam Majmu‟ Fatawa, Ibnu Taimiyah
menuliskan sebagai berikut:
َتاجاـٟاَبلطَلجمأَذُـٟاصلاوَءايبنمأاَروبقَةراكزَامأوَ؛)ليق(
َوأَءاعدلاَفأَ نظَ وأَ للاَ ىلعَ مبهَ ـاسقهإاوَ مهئاعدَ وأَ مهنم
َؿيبضَاذهفَتويبلاوَدجاسق١اَقيَونمَلضفأَمىروبقَدنعَةيبصلا