Page 14 - Sejarah Indonesia
P. 14
Pada mulanya organisasi ini orientasinya hanya sebatas pada kalangan
priyayi, namun pancaran etnonasionalisme semakin terlihat saat
dilaksanakan kongres BU yang diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908, di
Yoyakarta. Dalam kongres itu dibahas tentang dua prinsip perjuangan,
golongan muda yang menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi
pemerintah kolonial, sedangkan golongan tua mempertahankan cara lama
yaitu perjuangan sosio-kultural. Perdebatan tersebut tidak hanya menyangkut
tentang tujuan Budi Utomo namun juga dalam pemakaian bahasa Jawa dan
bahasa Melayu. Perdebatan ini juga menyangkut mengenai sikap dalam
menghadapi westernisasi, Radjiman Wediodiningrat memiliki pendapat
bahwa "Bangsa Jawa tetap Jawa" resepsi kulturalnya menunjukkan bahwa
pada hakikatnya nya peradaban Barat dan Timur itu berlainan, ditegaskan
bahwa nasionalitas Jawa perlu dipertahankan lagi pula pengetahuan barat
tidak sesuai dengan nasionalitas Jawa serta kebudayaannya sehingga tidak
memberikan hasil. Radjiman benar-benar menunjukkan identitasnya yang
masih sangat Java sentris sesuatu fakta yang hanya dapat dipahami apabila
dia ditempatkan kembali dalam lokasi Sosio kulturalnya serta zamannya.
Namun Tjipto Mangoenkosoemo membantah kesemuanya itu dan
mengutarakan bahwa bangsa Indonesia perlu memanfaatkan pengetahuan
barat dan unsur-unsur kultural lainnya, sehingga dapat memperbaiki tingkat
kehidupan bangsa Indonesia. Tjipto juga berpendapat bahwa sebelum
persoalan-persoalan kebudayaan dapat dipecahkan terlebih dahulu perlu
diselesaikannya masalah politik. Dalam perkembangannya, meskipun ada
kelompok muda yang radikal, tetapi kelompok tua masih meneruskan cita-
cita Budi Utomo yang mulai disesuaikan dengan kondisi politik pada saat
itu. Pada waktu dibentuk Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1918,
wakil-wakil Budi Utomo duduk di dalamnya.
Silahkan klik dan dengarkan!
audio ini untuk memahami
materi mengenai Budi Utomo
Audio 2: Sumber pribadi
13
Sejarah Indonesia Kelas XI