Page 37 - XII WAJIB KELAS IPA_SEJARAH INDONESIA-converted
P. 37
A. Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin
1. Menuju Demokrasi Terpimpin
Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga
1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih berganti
membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Partai-
partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka lebih mengutamakan
kepentingan kelompok masing-masing. Di sisi lain, Dewan Konstituante yang dibentuk
melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD
baru bagi Republik Indonesia. Padahal Presiden Soekarno menaruh harapan besar
terhadap Pemilu 1955, karena bisa dijadikan sarana untuk membangun demokrasi yang
lebih baik. Hal ini seperti yang diungkapkan Presiden Soekarno bahwa “era ‘demokrasi
raba-raba’ telah ditutup”. Namun pada kenyataanya, hal itu hanya sebuah angan dan
harapan Presiden Soekarno semata.
Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden Soekarno
sebelum dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Langkah pertama adalah
pembentukan Dewan Nasional pada 6 Mei 1957. Sejak saat itu Presiden Soekarno mencoba
mengganti sistem Demokrasi Parlementer yang membuat pemerintahan tidak stabil dengan
Demokrasi Terpimpin. Melalui panitia perumus Dewan Nasional, dibahas mengenai usulan
kembali ke UUD 1945. Usulan ini berawal dari KSAD Letnan Jenderal Nasution yang
mengajukan usul secara tertulis untuk kembali ke UUD 1945 sebagai landasan pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin. Usulan Nasution ini kurang didukung oleh wakil-wakil partai di
dalam Dewan Nasional yang cenderung mempertahankan UUD Sementara 1950. Situasi
ini pada awalnya membuat Presiden Soekarno ragu untuk mengambil keputusan, namun
atas desakan Nasution, akhirnya Presiden Soekarno menyetujui untuk kembali ke UUD
1945
Keputusan ini pun kemudian disampaikan Presiden Soekarno di hadapan anggota DPR
pada tanggal 2 Maret 1959. Karena yang berwenang menetapkan UUD adalah Dewan
Konstituante, Presiden juga menyampaikan amanat terkait kembali ke UUD 1945 di hadapan
anggota Dewan Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Dalam amanatnya Presiden
Soekarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus kembali kepada jiwa revolusi dan
mendengarkan amanat penderitaan rakyat. UUD 1945 akan menjadikan bangsa Indonesia
sebagai sebuah negara kesatuan. Untuk itu, Presiden Soekarno kemudian meminta anggota
Dewan Konstituante untuk menerima UUD 1945 apa adanya tanpa perubahan dan
menetapkannya sebagai UUD RI yang tetap. Dewan Konstituante kemudian mengadakan
pemungutan suara untuk mengambil keputusan terhadap usulan Presiden, namun setelah
melakukan pemungutan sebanyak tiga kali tidak mencapai kuorum untuk menetapkan
kembali UUD 1945.