Page 201 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 201
pengurusan industri gula berpindah dari Hindia ke Belanda. Para pemilik perusahaan gula
yang tinggal di Belanda menganggap bahwa mereka kurang cukup terwakili oleh Commissie
van het Algemeen Syndicaat (Komisi Sindikat Umum). Pada tahun 1917 mereka mendirikan
Bond van Eigenaren van Nederlandsch-Indische Suikerondernemingen / Beniso (Persatuan
Pemilik Perusahaan Gula Hindia-Belanda). Atas dorongan Beniso, pada tahun 1918 terbentuk
Vereniging Vereenigde Java Suiker Producenten / VJSP (Perhimpunan Serikat Produsen Gula
Jawa), di bawah pimpinan Nederlandsche Handel-Maatschappij (Maskapai Dagang Belanda).
VJSP, yang bertempat di Amsterdam dan mencakup hampir seluruh kelompok sasaran (90%),
harus mengurus kepentingan dari para anggotanya, sejauh kepentingan itu berkaitan dengan
penjualan dan perdagangan gula yang diproduksi di Jawa dan dengan penyelesaian transaksi
dari hal itu. Di Hindia muncul suatu perwakilan. Van Limburg Stirum sebenarnya ingin
mendapatkan kursi kepala dari organisasi itu di Hindia yang, jika perlu, memaksa bisa masuk.
Dengan sekarang para pengusaha memilih jalan keluar ini, maka pemerintah menarik diri.
Rencana pengecilan paksa dari areal gula juga tidak dilaksanakan.
Permasalahan ekonomi menstimulasi kerusuhan sosial. Pelbagai perhimpunan bidang dan
nasionalis Indonesia semakin banyak mengeluhkan keadaan kerja di industri gula dan cabang-
cabang perusahaan lainnya. Pemerintah Hindia membentuk Suikerenquêtecommissie (Komisi
Angket Gula) pada tahun 1918 dan Arbeidscommissie (Komisi Buruh) pada tahun 1919
dengan tugas melakukan penyelidikan. Pada tahun 1921 tindakan-tindakan ad-hoc ini diubah
ke penanganan yang lebih sesuai kebijakan dengan mendirikan Kantoor van Arbeid (Kantor
Buruh) (Staatsblad van Nederlandsch-Indië / Lembaran Negara Hindia-Belanda 1921 no.
813), dengan Arbeidsinspectie (Inspeksi Buruh) masuk di dalamnya. Dalam membuat
peraturan, jika dianggap perlu, kantor itu berunding dengan Java Suiker Werkgevers Bond
(Persatuan Pemberi Kerja Gula Jawa). Organisasi itu didirikan pada tahun 1920 dengan tujuan
menyeragamkan kebijakan dalam cabang perusahaan di bidang hubungan kerja dan peraturan
kerja, dan mencarikan jalan keluar untuk konflik-konflik yang terjadi.
Krisis ekonomi pada tahun 1929 dan depresi sebagai akibatnya berdampak balik terhadap
ekspor gula. Sebagai dampak dari suatu kesepakatan internasional yang ditandatangani oleh
Belanda (Kesepakatan Chadbourne), pemerintah Hindia melakukan pembatasan gula: melalui
uitvoervergunningen (izin ekspor) perusahaan-perusahaan gula menerima saham sebanding
dalam kuotum ekspor. Ketika di dalam VJSP terjadi konflik tentang pemasaran persediaan
gula yang tak terjual, maka di bawah pengawasan pemerintah pada tahun 1932 didirikan
Nederlandsch-Indische Vereeniging voor den Afzet van Suiker / NIVAS (Perhimpunan
Hindia-Belanda untuk Pemasaran Gula), yang mendapat monopoli penjualan. Komisaris
pemerintah harus memberi laporan kepada gubernur-jenderal tentang cara NIVAS
melaksanakan tugasnya. Pada persiapan atas kesepakatan pembatasan internasional yang baru
(London 1937), ‘systeem van uitvoervergunningen’ (sistem izin ekspor) diganti dengan
‘uitgifte van productieaandelen’ (pengeluaran saham produksi): saham-saham itu dapat
diperjual-belikan oleh produsen satu dengan yang lainnya. Dengan cara ini pemerintah Hindia
berharap dapat memulihkan cabang perusahaan itu sehingga hanya perusahaan-perusahaan
yang di segi ekonomi paling sehat akan memegang saham dalam ekspor gula.
200