Page 6 - E Book Setiarini
P. 6
E book ni nyoman setiarini
itu Malin," kata Bunda sambil menatap Malin tajam. Istri Malin
kemudian memeriksa lengan kanan suaminya dan benar, ada bekas luka
di sana. Istrinya memandang Malin dengan sedih, "Malin, kenapa kau
mengingkari ibumu sendiri?"
"Istriku, kau harus percaya padaku. Ibuku sudah meninggal ketika
melahirkanku. Tentu Ibu ini tahu tentang luka di lenganku, karena
semua orang di sini tahu cerita itu," kata Malin membela diri.
Setelah berkata demikian, Malin mengajak istrinya pergi dari tempat itu.
Mereka menaiki kapal. Bunda menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh
di bawah kapal. "Malin anakku... jangan kau tinggalkan Bundamu lagi,
Nak... Bunda sangat merindukanmu. Kaulah satu-satunya harta Bunda di
dunia ini," ratapnya. Malin bergeming. Sambil memandang sinis ke
bawah, ia meludahi ibunya. "Dasar orang tua tak tahu diri, berani sekali
kau mengaku sebagai ibuku!"
Hati wanita tua itu sakit sekali. Tanpa sadar, ia mengucap doa, "Ya
Tuhan, sadarkan anak hamba. Ia telah mengingkariku sebagai ibu yang
pernah melahirkan dan menyusuinya." Seketika itu juga langit menjadi
mendung clan hujan turun deras sekali. Petir menggelegar dan angin
bertiup sangat kencang. Tiba-tiba, petir menyambar tepat di depan kaki
Malin. Ajaib, di tengah gemuruh hujan, tubuh Malin langsung kaku.
Mula-mula kakinya tak bisa digerakkan. Istrinya berteriak, "Malin, apa
yang terjadi pada kakimu? Kakimu seperti batu!" Rupanya tak hanya
kakinya yang menjadi batu, perlahan- lahan seluruh tubuhnya juga jadi
batu. Malin sangat ketakutan. Ia sadar ini adalah hukuman Tuhan atas
perbuatannya. "Bunda, ampuni aku. Tolong selamatkan aku Bunda..."
teriaknya. Namun semuanya sudah terlambat. Seluruh tuhuh Malin
akhirnya jadi batu.
Mulutnya menganga karena ia berteriak mohon ampun. Ibunya
menangis, istri Malin pun menangis. Mereka berdua memeluk Malin
yang sudah jadi patung.
[Type text] Page 6