Page 8 - PERTEMUAN 7B
P. 8

Dalam  agama  asli/suku  inilah  pada  umumnya  timbul  keprcayaan  bahwa  tidak  hanya
                            manusia saja yang berjiwa melainkan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Karena itu, mereka
                            sangat  menghormati  alam.  Sebagian  besar  agama-agama  asli  juga  percaya  bahwa
                            seseorang  yang  telah  meninggal  tetap  berhubungan  dengan  para  anggota  suku  yang
                            masih hidup. Orang yang sudah meninggal mempunyai pengaruh yang langsung dan kuat
                            atas orang yang masih hidup.
                        2)  Agama-agama Asli di Indonesia
                            Terdapat berbagai macam agama asli di Indonesia, antara lain, Lera wulan Tana Ekan di
                            Flores Timur dan Lembata; wiwitan di Sunda; Aluk To Dollo di Sulawesi; Sabulungan di
                            Mentawai;  Merapu  di  Sumba;Kaharingan  di  Kalimantan.  Ada  pula  yang  disebut  agama-
                            agama suku, seperti yang dianut oleh penduduk beberapa pulau sebelah barat Sumatera;
                            beberapa suku kecil dan bagian suku-suku yang besar di Sumatera; kelompok-kelompok
                            besar dari suku Dayak di Kalimantan; Toraja di Sulawesi; penduduk pulau Sumba; dan
                            penduduk  Irian  Jaya.Selain  itu,  masih  terdapat  apa  yang  kini  dinamakan  kepercayaan
                            kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  yang  menurut  negara  sama  kedudukannya  dengan  agama
                            dalam hal pengalaman ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
                    b.  Aliran Kepercayaan
                        1)  Ajaran
                            Aliran  kepercayaan  dalam  dokumen  Nostra  Aetate  disebut  juga  kepercayaan  terhadap  Yang
                            Mahatinggi. Aliran Kepercayaan mengajarkan tentang sikap batin dan berkisar pada ilham dari
                            diri sendiri, yakni:
                            a)  Peningkatan integrasi diri manusia (melawan pengasingan).
                            b)  Pengalaman batin bahwa diri pribadi beralih ke kesatuan dan persatuan yang lebih tinggi.
                            c)  Partisipasi dalam tata tertib sempurna yang mengatasi daya kemampuan manusia biasa.
                            Aliran-aliran Kepercayaan ingin mencapai budi luhur untuk meraih kesempurnaan hidup. Hal itu
                            dilakukan secara perseorangan atau dalam kelompok-kelompok perguruan. “Umat” dalam Aliran
                            Kepercayaan sulit dibatasi.  Organisasi tidak dipentingkan,  sumbernya adalah terutama tradisi
                            agama-agama asli.
                        2)  Hubungan Aliran Kepercayaan dan Agama Asli
                            Aliran Kepercayaan tidak langsung berkembang dari agama asli, tetapi unsur-unsur kebatinan,
                            kerohanian, atau mistisisme dan kejiwaan yang mengembangkan budi pekerti serta adat etis,
                            sudah ada dalam agama-agama asli di seluruh nusantara. Agama-agama asli di Indonesia dalam
                            peredaran  zaman  mengalami  banyak  tantangan,  tidak  hanya  dari  yang  disebut  “agama
                            internasional”, tetapi juga dari perkembangan kebudayaan dan modernisasi.
                            Menurut kepercayaan asli seluruh alam merupakan satu kesatuan sakral,yang didekati manusia
                            melalui sistem penggolongan dan pembagian.
                             Pandangan hidup ini tidak cocok dengan alam pikiran modern, dan memaksa para penganut
                            agama asli mengubah cara berpikir dan mereka menemukannya pada Aliran Kepercayaan itu.
                            Orang mulai menggali harta terpendam dari pusaka kebudayaan asli. Dengan demikian, tradisi
                            nenek  moyang  berkembang  menjadi  suatu  kebudayaan  rohani,  yang  unsur-unsurnya
                            menyangkut perilaku, hukum,dan ilmu suci.
                    c.  Sikap Gereja Katolik terhadap Aliran Kepercayaan dan Agama Asli
                        Sejak Konsili Vatikan II, Gereja dengan penuh keyakinan menegaskan bahwa iman dan wahyu orang
                        bukan Kristen dapat bersifat menyelamatkan dan bahwa Gereja harus menolak ‘semua sarana yang
                        memaksa’  dalam  pewartaan  imannya.  Sarana  yang  dimaksud  adalah  semacam  sifat  fanatisme
                        berlebihan dan sifat menakut-nakuti kebudayaan lain. “Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang
                        dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus, Gereja merenungkan
                        cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal
                        berbeda  dari  apa  yang  diyakini  dan  diajarkannya  sendiri,  tetapi  tidak  jarang  memantulkan  sinar
                        kebenaran, yang menerangi semua orang” (NA art. 2)
                        Dalam pernyataan ini dapat dilihat bahwa di dalam lembaga gereja dan tradisinya, dalam orang-orang
                        kudus dan kitab-kitab sucinya, ‘pesan kristiani’ secara aktif disingkapkan oleh Roh Kudus di tengah-
                        tengah kita dan melampaui rintangan-rintangan budaya, seturut janji yang Yesus berikan kepada para
                        Rasul-Nya



                                                                                                         8
   3   4   5   6   7   8   9   10