Page 7 - Modul 1 Kesda Kelas 7
P. 7
Dalam agama Hindu-Buddha, tari sering digunakan sebagai sarana pemujaan kepada Dewa.
Adapun Dewa yang erat paling erat kaitannya dengan tari adalah dewa Syiwa, yang disebut sebagai
Syiwa Nataraja (Syiwa raja penari), Mahata (Penari besar) dan Nataprya (Jazuli, 1994). Dalam
kitab Hindu juga disebutkan dewa-dewa lain sebagai dewa tari seperti dewa Indra, dewa Marut
dan dewa Acvini (Jazuli, 1994). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tari di zaman
Hindu-Buddha erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan.
Di masa kerajaan Mataram Kuno, masyarakat Indonesia yang agraris menginginkan
perkembangan bentuk-bentuk kesenian. Sehingga di masa pemerintahan Airlangga di Kahuripan,
kesenian berkembang sangat pesat, termasuk seni tarinya. Pertunjukan tari yang diiringi instrumen
musik seperti seruling, gambang dan kendang, sering dimainkan oleh para bangsawan. Di masa
kerajaan Kediri, seni tari semakin berkembang dengan lahirnya seni pertunjukan Wayang Wang
yaitu drama tari topeng, dengan sumber cerita dari kisah Ramayana dan Mahabarta (Jazuli, 1994).
Pertunjukan Wayang Wang yang mengangkat cerita Ramayana ini, masih dapat kita saksikan
hingga saat ini, contohnya pada acara Sendratari Ramayana di candi Prambanan. Selanjutnya,
pertunjukan topeng di akhir masa Hindu-Buddha ini, tidak hanya menjadi milik kaum istana, tapi
mulai berkembang di kalangan rakyat. Contoh perlambangan keyakinan Hindu-Buddha dalam
karya tari yang masih dapat kita saksikan saat ini yaitu tari topeng Panji. Kisah Panji sebagai karya
seni, popular pada periode Majapahit, dibuktikan dengan banyaknya penggambaran kisah ini pada
relief-relief di candi-candi yang dibangun pada periode Majapahit (Wardibudaya. 2018)