Page 83 - Pelangi Persahabatan – Kumpulan Cerpen Karya Murid SD di Kabupaten Bombana
P. 83
ANISA DAN FITRI DI SUATU SIANG
Oleh : Salwa Dwi Pratiwi
Di sebuah desa hiduplah dua orang sahabat yang bernama Anisa dan Fitri. Setiap
hari mereka selalu berangkat sekolah bersama-sama. Seperti hari ini, mereka berjalan
bersama ke sekolah. Setelah cukup lama berjalan, mereka pun sampai ke sekolah dan
menemui kawan-kawannya lalu berbincang-bincang tentang persiapan 17 Agustus.
Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi.
Sebelum pelajaran dimulai dan ibu guru menyampaikan bahwa sepulang sekolah
nanti, siswi kelas VI akan diseleksi menari di rumahnya untuk persiapan 17 Agustus,
mereka juga diperintahkan untuk membawa selendang.
Ketika di perjalanan pulang, Anisa dan Fitri melihat nenek-nenek yang sedang
berusaha menyeberang jalan, mereka pun membantu nenek-nenek tersebut untuk
menyeberang jalan.
“Mari kami bantu, Nek.” Ucap Anisa dengan santun menggandeng tangan nenek
tersebut.
“Terima kasih, ya, Cu.” Jawabnya.
“Itu sudah kewajiban kami, Nek.” Balas Fitri seraya menggandeng tangan yang
satunya dan memerhatikan jalan raya.
Usai membantu nenek itu, mereka langsung melanjutkan perjalanan pulang dan
mereka pun sampai ke rumah masing-masing, dan meminta izin kepada ibunya untuk
mengikuti seleksi menari. Setelah mendapat izin, masing-masing dari mereka pun
berjalan menuju rumah gurunya.
Ketika di jalan, tiba-tiba ada dua orang anak laki-laki merampas selendang yang
mereka bawa untuk mengikuti seleksi tari.
“Hei, kembalikan selendang kami.” Ujar Anisa yang tersentak karena selendengnya
dirampas.
“Ayo sini kejar kami kalau berani.” Teriak kedua anak tersebut sambil tertawa
mengejek.
“Hei, tunggu. Kalian hati-hati. Itu ada...” Seru Fitri memperingatkan mereka..
Tiba-tiba, suara klakson berbunyi, dan salah satu dari anak itu nyaris disambar
sebuah motor yang sedang melaju.
“Awas!” Kata Anisa, sedangkan Fitri menarik tangan anak tersebut agar terhindar
dan tidak jadi tertabrak.
“Jangan lari-lari di tengah jalan, dong.” Ucap Si Pengendara dengan nada marah
namun segera melanjutkan perjalanannya.
“Maaf, Pak.” Ujar kedua anak tersebut dengan wajah yang sangat pucat karena
nyaris terkena malapetaka.
“Terima kasih karena sudah menarikku tadi, kalau tidak mungkin kakiku sudah
patah karena kecelakaan.
“Ini, selendang kalian, maafkan kami.” Kata salah seorang anak laki-laki tersebut.
“Iya, kami maafkan! Tapi jangan lagi bersikap tak sopan seperti ini, ya. Dan berhati-
hatilah di jalan raya.” Kata Anisa. Kedua anak tersebut mengangguk. Anisa dan Fitri
pun melanjutkan perjalananya menuju rumah guru mereka.
*****
59