Page 348 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan (z-lib.org)_Neat
P. 348

Dan ia melemparkan bunga mawar itu pada seekor anjing kampung
                 yang secara kebetulan lewat.
                    Banyak gadis patah hati, dan semakin patah hati ketika ia ternyata
                 pergi ke rumah Adinda yang waktu itu telah berumur dua puluh tahun,
                 dengan kecantikan yang diwariskan ibunya sebagaimana diperoleh
                 kedua saudaranya yang lain. Dewi Ayu yang terkejut dengan kemun-
                 culannya mempersilakan laki-laki itu masuk, sementara ratusan orang
                 yang dibuat penasaran berjubel di halaman depan rumah, berdesakan
                 di balik kaca-kaca jendela untuk mendengar dan mengetahui apa yang
                 akan terjadi. Bahkan Sang Shodancho dan Alamanda yang telah lima
                 tahun tak bertemu mertua dan ibu mereka menyempatkan datang dan
                 berdesakan dengan orang-orang tersebut, melupakan sejenak bulan
                 madu mereka yang hangat ber gelora, demi mendengar kabar bahwa
                 Kamerad Kliwon datang ke rumah Dewi Ayu. Orang-orang masih ber-
                 tanya-tanya apakah ia datang untuk Adinda atau Dewi Ayu, tak seorang
                 pun bisa me mastikan. Ia tampaknya masih orang paling populer yang
                 sama sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dan orang menantikan
                 drama apa lagi yang akan ia mainkan. Paling tidak ia telah memerankan
                 lelaki paling dicintai di kota itu, sekaligus paling dibenci.
                    ”Selamat siang, Nyonya,” kata Kamerad Kliwon.
                    ”Selamat siang. Aku bertanya-tanya kenapa kau tidak mati diekse-
                 kusi,” kata Dewi Ayu.
                    ”Sebab mereka tahu kematian terlalu menyenangkan untukku.”
                    Dewi Ayu tertawa kecil mendengar nada ironi dalam kalimatnya.
                 ”Apa kah kau ingin segelas kopi buatan anak gadisku, Kamerad? Ku de-
                 ngar kalian begitu akrab di tahun-tahun terakhir.”
                    ”Anak gadis yang mana, Nyonya?”
                    ”Hanya tertinggal satu. Adinda.”
                    ”Ya, terima kasih, Nyonya. Aku datang untuk melamar Adinda.”
                    Gemuruh keributan mengambang di atas orang-orang yang berkeru-
                 mun itu, terkejut oleh lamaran tersebut, dan tentu saja ada lebih banyak
                 gadis yang patah hati. Bahkan Alamanda dibuat menangis mendengar
                 hal itu, antara rasa haru seolah dirinya yang dilamar, dan rasa cemburu
                 menyadari kenyataan bahwa adiknyalah yang memperoleh anugerah
                 tersebut. Lebih dari siapa pun, Adinda yang diam-diam mendengarnya

                                             341





        Cantik.indd   341                                                  1/19/12   2:33 PM
   343   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353