Page 99 - EBOOK_100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia
P. 99
identik dengan kaum tradisionalis. Sedang Muham
madiyah eenderung lebih mampu mewakili komu
nitas modernis.
Kiai kelahiran Pondok Ngedang, Jombang, 14
Februari 1871 ini menjadi tokoh sentral di balik pem
bentukan NU. Sikap non-kooperasi terhadap penja
jah sudah terlihat saat ia memprotes kebijakan peme
rintah kolonial untuk menarik wewenang pengadilan
agama serta memberlakukan hukum adat di Jawa,
Madura, dan Kalimantan Selatan, pada tahun 1931.
Hasyim melihat penarikan wewenang itu tak sekadar
soal hukum adat, tapi juga mengikis sedikit demi sedi
kit kedaulatan kaum muslim. Syariat yang merupa
kan nafas kehidupan muslim banyak dituangkan le
wat pengadilan agama.
Bagi Hasyim, perJawanan terhadap penjajah Be
landa akan lebih efektif kalau umat Islam bersatu.
Apalagi sejak tahun 1920-an pengaruh para pemim
pin organisasi Islam menjadi tidak terlalu dorninan.
Rakyat lebih tertarik dengan ideologi nasionalisme.
Gagasan konsolidasi umat Islam ini memang di
dukung kaum modernis, namun menurut mereka
justru kalangan Islam tradisional seperti NU-lah yang
sebenarnya bisa menjamin sinergi Islam dalam perge
rakan bangsa seeara total. Maka, pad a tahun 1922
organisasi-organisasi Islam bersatu dalam sebuah
konfederasi Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI). Se
lain memberikan Hasyim Asy' ari gelar "Hadratus
Syekh", pertemuan MIAI juga menyerahkan tam
puk pimpinan kepada Kiai Wahid Hasyim, putra Ha
syim Asy' ari. NU pun seeara resmi masuk dalam kan
eah politik praktis.
82