Page 17 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 17
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
menaklukkan (apa) Batavia (di mana)”. Apakah ini sejarah? Jelas
bukan, kalimat ini tidak lebih daripada kronikel alias daftar dari letupan
peristiwa saja.
Setelah peristiwa masa lalu itu dikisahkan dan diterangkan--
bukan sekedar disajikan dalam bentuk daftar kejadian-- setiap orang
bisa saja terlibat dalam kancah wacana kesejarahan. Apakah makna dari
semua yang dikisahkan itu dalam kehidupan sosial (apapun mungkin
aspek kemasyarakatan yang menjadi perhatian utama)? Kalau hal ini
telah ditanyakan, meskipun hanya dalam hati saja, maka dimensi ketiga
dari sejarah telah dimasuki. Kisah sejarah yang disampaikan itu
sesungguhnya adalah pula sebuah discourse, sebuah wacana—
mengatakan sesuatu tentang “sesuatu”. Ketika sejarah pembunuhan
telah direkonstruksi, umpamanya, maka pesan akan kekejaman
perbuatan itu telah ikut terbawa. Jadi bisalah dipahami juga kalau
sebagai sebuah wacana, kisah kesejarahan ini bisa dan bahkan biasa
juga memancing wacana tandingan. Kemungkinan ini mungkin saja
terjadi meskipun tidak ada perselisihan tentang otentisitas dari unsur-
unsur kronikel dari sejarah yang dikisahkan itu.
Bagi sejarawan sebenarnya discourse atau wacana intelektual itu
telah dimulai ketika ia merencanakan dan melakukan penelitian tentang
peristiwa yang terjadi di suatu tempat dalam masa tertentu. Mengapakah
hal itu atau peristiwa ini bukannya yang lain yang ingin diteliti dan
dikisahkannya? Mengapakah peristiwa “itu”, bukannya peristiwa “lain”
yang direkonstruksi sehingga menjadi kisah sejarah?” Jawab yang paling
mungkin ialah karena ia ingin mengatakan “sesuatu” yang bisa
disuarakan lewat penceritaan peristiwa itu.
Hanya saja seketika hasil karyanya telah diumumkan dan
menjadi milik publik ia—sang sejarawan-- telah kehilangan monopoli
dari sistem wacana. Orang lain mungkin memahami makna dari
peristiwa yang dikisahkannya itu dengan cara pandang yang berbeda.
Sang pembaca bisa saja melihat aspek yang tersembunyi di balik kisah
sejarah itu. Ia malah bisa saja memberikan pemahaman yang berbeda
dari apa yang sesungguhnya ingin dikatakan sang sejarawan. Karena
itu dapatlah dipahami juga kalau tingkat persuasiveness dalam sistem
wacana menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan seorang sejarawan.
Wacana atau boleh juga diseibut diskursus, discourse, yang
bertolak dari kenyataan sejarah empiris adalah landasan dari pemikiran
dan pemahaman kesejarahan serta kesadaran sejarah. Pemahaman
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 9