Page 92 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 92
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Islam. Adapun tugas lembaga ini yakni merencanakan dan
mengusahakan kegiatan-kegiatan untuk memberikan bantuan dari
pengetahuannya bagi para anggota-anggota lainnya. Lembaga yang telah
dibentuk sejak 1927 ini dikukuhkan pada Kongres JIB di Madiun pada
1931. Fungsi dari lembaga tersebut menjadi penghubung antara JIB
dengan organisasi-organisasi Islam yang ada waktu itu. Oleh karena
keterbatasan tenaga, maka “lembaga Inti” inipun didirikan secara lokal.
Misalnya, di Bandung, lembaga ini dipimpin oleh Mohamamad Natsir
yang memiliki hubungan erat dengan Persatuan Islam (Persis) di bawah
pimpinan ulama A. Hassan.
JIB juga menerbitkan majalah organisasi dengan nama “Het
Licht”, walaupun dicantumkan pula di majalah itu nama lain, yaitu “An
Nur”, namun nama dalam bahasa Belanda itulah yang terkenal waktu
itu. Majalah tersebut dipimpin oleh Yusuf Wibisono dan terbit secara
teratur hingga 1932. Diantara penulis, Kasman Singodimedjo paling
produktif dalam menulis dengan mengetengahkan topik-topik bernuansa
keagamaan. Kemahirannya di bidang agama Islam ini juga tidak terlepas
dari hubungannya dengan tokoh-tokoh ulama terkenal seperti Syech
Ahmad Syurkati di Weltevreden, Batavia sejak 1926. Ia adalah pendiri
“Al Irsyad” dengan anggotanya adalah masyarakat Arab dan pendirian
organisasi ini didukung oleh H.0.S. Tjokroaminoto, Haji Agus Salim,
dan K.H. Achmad Dahlan. Adapun Ahmad Dahlan adalah salah satu
tokoh yang memperhatikan dan mengkhawatirkan keadaan keagamaan
para pelajar bumiputra yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah
Belanda. Para ulama tersebutlah yang menuangkan pemikiran-pemikiran
yang mengantarakan hingga lahir JIB dari kalangan para pelajar
35
tersebut .
Dalam Kongres JIB yang diselenggarakan pada 23-27 Desember
1927 di Yogyakarta, Ketua JIB, Wiwoho mengemukakan perkembangan
gagasan persatuan yang tengah menjadi topik yang populair di kalangan
intelektual. Ia menyebutkan bahwa organisasi Jong Java dan Jong
Sumatera, dan beberapa organisasi kedaerahan lainnya telah sepakat
untuk merealisasikan gagasan ‘fusi’pada waktu yang akan datang. Ia
mengungkapkan pula tentang gerakan pemuda saat itu digolongkan
menjadi dua kelompok, yakni yang berprinsip Islam dan nasionalisme.
Pandangan ini bukan berarti adanya pertentangan kedua prinsip yang
terwujud kemudian dengan munculnya Indonesia Muda (IM) dan JIB.
Hal ini merupakan jawaban JIB terhadap usulan beberapa perkumpulan
pemuda untuk membentuk fusi di antara mereka.
84 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya