Page 95 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 95
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
jalan pikiran Herman Kartowisastro dan kawan-kawannya. Mereka juga
diilhami oleh seruan para pemimpin dunia yang dikumandangkan pada
akhir Perang Dunia pertama, yakni “right of self determination” bagi
bangsa-bangsa di dunia. Sebagai media komunikasi, mereka
menerbitkan majalah “Hindia Poetra” yang sebelumnya dikelola oleh
Indonesische Verbond van Studenten, sebuah organisasi mahasiswa bentuk
konfederasi yang di dalamnya bergabung Indische Vereeniging, Tjung Hoa
Hui (organisasi mahasiswa Cina), dan beberapa organisasi mahasiswa
38
Belanda yang mempunyai perhatian pada Hindia Belanda .
Pada masa kepemimpinan Herman Kartowisastro diciptakan
lambang organisasi dalam warna merah putih dan ditengahnya terdapat
gambar “kepala kerbau” yang diharapkan sebagai simbol kesabaran,
ketabahan, dan keberanian para pelajar Hindia di negeri Belanda.
Lambang yang diusulkan Ahmad Soebardjo Djojoadisoerjo, seorang
mahasiswa Ilmu Hukum di Leiden, digambar di atas kain oleh seorang
mahasiswa Seni dan kemudian menjadi kebanggaan yang dipasang di
tembok, tepatnya di atas kepala para pengurus PI ketika mereka sedang
rapat. Sedangkan Ahmad Subardjo sendiri membuat lambang tersebut
dalam bentuk yang lebih kecil dan dipasang di kamarnya di sebuah flat di
Noordeinde 32, Leiden. Dalam sendau gurau, ia sampaikan kepada para
anggota perhimpunan:
“siapapun yang hendak menempuh ujian doktoral, sebelum pergi ke
tempat ujian, singgah dulu beberapa menit di kamarku untuk bersujud
di depan lambang merah putih sambil mengucapkan kata-kata demi
39
kehormatan tanah air” .
Kepemimpinan Herman Kartowisastro kemudian diganti oleh
pengurus baru periode 1923-1924, yakni Iwa Koesoemasoemantri
(ketua), J.B. Sitanala (sekretaris), Mohammad Hatta (bendahara),
Darmawan Mangoenkoesumo (archivaris), dan Sastro Moeljono
(komisaris). Pada masa kepengurusan baru ini lebih maju selangkah lagi
dengan keterangan asasnya bercorak nasional radikal yang menghendaki
persatuan rakyat Hindia dan pemerintahan dituntut untuk bertanggung
jawab terhadap rakyat Hindia. Indonesische Vereeniging di bawah Iwa
Koesoemasoemantri berusaha keras untuk menunjukkan warna
perjuangan mereka kepada seluruh anggota dan sedapat mungkin
diketahui oleh pimpinan pergerakan nasional di Indonesia. Untuk itu,
mereka tetap menerbitkan majalah “Hindia Poetra” yang diselundupkan
ke Hindia Belanda. Redaksi majalah tersebut adalah Ahmad Soebardjo,
Mohammad Hatta, dan Darmawan Mangoenkoesoemo. Redaksi
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 87