Page 13 - RISET AWAL - Yessica Fransisca (315160059)
P. 13
dalam banyak konstruksi, finishing, atau bahkan bahan rumah tangga yang digunakan sehari-hari.
Peningkatan level paparan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti asma, infeksi, dan
keracunan. Faktanya, hampir setengah dari semua penyakit pernapasan disebabkan atau diperburuk
2
oleh kualitas udara dalam ruangan yang buruk.
Demikian pula, dalam lingkungan sekolah, IAQ (Kualitas udara dalam ruangan) yang buruk dapat
memengaruhi siswa dan staf. Pada siswa, kualitas udara yang buruk telah dikaitkan dengan
ketidakhadiran yang lebih besar, perburukan asma dan penyakit pernapasan lainnya, dan penurunan
perhatian dan produktivitas karena ketidaknyamanan. Anak-anak juga cenderung lebih rentan
terhadap polutan lingkungan karena tubuh mereka yang berkembang menghirup udara lebih banyak
dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka daripada orang dewasa. Akan tetapi, staf sekolah juga
merasakan dampak buruknya kualitas udara, yang menyebabkan hari kerja yang terlewatkan dan
3
kemungkinan menurunnya kinerja mengajar.
Sistem ventilasi dapat memanfaatkan ventilasi alami, ventilasi mekanis, atau gabungan keduanya.
Fitur utama dari sistem ventilasi, karena berkaitan dengan kualitas udara, adalah frekuensi perubahan
udara yang cukup tinggi dan udara bersih dipasok ke tempat yang tepat. Strategi lainnya adalah
menggabungkan tanaman ke dalam desain bangunan, seperti melalui dinding hijau atau area
penanaman dalam ruangan.
3
Perlunya memperhatikan material pada bangunan yang berpengaruh terhadap kesehatan dan juga
memperbanyak penghijauan di sekitar bangunan maupun pada dalam bangunan.
Hal tersebut tidak jauh dari hal sustainable atau berkelanjutan, di mana kita menggunakan dan
memanfaatkan material lingkungan sekitar, seperti daur ulang dan juga sustainable. Memanfaatkan
air, angin, panas matahari, dan sebagainya. Menciptakan bangunan yang menggunakan material
bangunan yang ramah lingkungan.
COVID-19 akan membawa perhatian kita pada bagaimana arsitektur harus lebih terintegrasi dengan
lingkungan. Akibatnya, bahasa arsitektur akan bergeser dari pemisahan yang jelas antara eksterior dan
interior ke batas kabur antara bangunan dan lingkungan. Sebagai contoh, sekarang kita sudah terbiasa
membuka jendela dan mencari udara segar setiap pagi setelah bangun, ini adalah cara hidup yang
berkelanjutan. Kita harus mencari lebih banyak cara kita dapat berinteraksi dengan lingkungan kita
secara berkelanjutan. Wabah COVID-19, sampai taraf tertentu, merupakan cerminan sikap manusia
terhadap lingkungan alam.
4
Epidemi yang tak terduga telah menyebar jauh melampaui imajinasi kita. Pada awalnya, masyarakat
umum menderita gangguan emosional dan pesimisme segera tumbuh di sekitar orang. Secara historis,
ini bukan pertama kalinya epidemi muncul dalam sejarah manusia. Padahal, manusia telah mengalami
berbagai epidemi serta bencana alam. COVID-19 mungkin masih bertahan untuk sementara waktu,
namun, kami memiliki masa depan yang harus dihadapi. Memang, COVID-19 telah secara drastis
mengubah cara orang hidup. Sebelumnya, kami memiliki definisi yang berbeda tentang ruang, ruang
hidup, ruang belajar, ruang kerja, ruang pribadi dan ruang publik, dll. Epidemi dalam beberapa bulan
terakhir telah membuat kita merenungkan bagaimana kita harus menangani ruang hidup kita dengan
4
bijak.
2 How to Transform a Polluted Indoor Environment into a Healthy Home (https://www.archdaily.com/938491/how-to-transform-a-
polluted-indoor-environment-into-a-healthy-home)
3 How Designing for Air Quality May Determine the Outcome of Your Meeting(https://www.archdaily.com/916314/how-designing-for-air-
quality-may-determine-the-outcome-of-your-meeting)
4 "We Should Treat Nature Sustainably": Zhu Pei Explores COVID-19's Impact on Design and Education
(https://www.archdaily.com/940758/interview-of-zhu-pei-reflects-on-covid-19-s-impact-on-architectural-design-and-education)