Page 113 - Sejarah Perundangan Islam (Edisi Baru)
P. 113
PERUNDANGAN ISLAM MASA KHALĪFAH BANĪ UMAYYAH
Taḥkīm (perdamaian) antara Muʻāwiyah dan ʻAlī bin Abī Thālib RA pada peristiwa Perang Shiffīn. Ahli Sunnah, yaitu mereka yang mengambil jalan tengah, memiliki sifat adil dan tidak radikal. Mereka berpendapat bahwa khalifah harus dari suku Quraisy, namun harus dipilih oleh kaum muslimin dengan cara baiʻat. Perbedaan politik ini telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perjalanan perundangan Islam yang berkembang pada zaman berikutnya.36
Pada permulaan periode ini, perkembangan perundangan Islam secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu perundangan Islam menurut Ahli Sunnah yang dikenal dengan Madrasah Ahl al-Ḥadīts dan Ahl al-Ra’yi, dan yang kedua perundangan di luar Ahli Sunnah, yaitu perundangan menurut Syīʻah dan Khawārij.
Perundangan Ahli Sunnah
1 Madrasah Ahl al-Ḥadīts
Asal usul lahirnya madrasah ini adalah karena keberadaan para pembesar sahabat yang lebih memilih tinggal di kota Madinah, di antaranya Zaid bin Tsābit, Ummul Mukminin ʻĀ’isyah, ʻAbd Allāh bin ʻUmar bin al-Khaththāb RA, mereka terkenal dengan mengutamakan hadis dan riwayat dari Rasulullah SAW. Ini karena Madinah merupakan negeri hijrah, pusat para khalifah dan juga tempat para sahabat. Ulama mereka berpegang kepada nas-nas dan atsar-atsar dan tidak akan menggunakan ra’yu kecuali dalam situasi darurat yang amat sangat. Mereka diketuai oleh Saʻīd bin Musayyib raḥimahullah. Prinsip mereka ialah jika mereka ditanya mengenai sesuatu perkara dan mereka mengetahuinya berdasarkan Al-Qur’an ataupun hadis, mereka akan memberi fatwa. Jika tidak, mereka akan
36 Ibid.
97