Page 114 - Sejarah Perundangan Islam (Edisi Baru)
P. 114
SEJARAH PERUNDANGAN ISLAM
diam (tawaqquf) untuk sementara waktu.37 Menurut al-Syahrastānī
raḥimahullah atas dasar inilah mereka disebut Ahl al-Ḥadīts.38 Madrasah Ahl al-Ḥadīts ini, memiliki banyak keistimewaan,
yang di antaranya adalah sebagai berikut:
Para fuqahā’ lebih mendahulukan Sunnah daripada pendapat pribadi dan tidak menggunakan ra’yi kecuali dalam masalah yang tidak ada nasnya, baik dalam Al- Qur’an, Sunnah, Ijmak, atau pun pendapat sahabat.
Madrasah ini sangat komited dalam melaksanakan nas- nas zahir dan tidak melihat ‘illah sebuah hukum atau hikmah pensyariatannya. Akibatnya, mereka tidak akan meninggalkan pengamalan terhadap zahirnya nas walaupun hikmahnya tidak kelihatan.
Mereka tidak menggunakan pendapat pribadi, kecuali jika sangat terpaksa dan membatasinya dalam masalah realitas hidup yang memang perlu segera mendapat jawaban. Adapun masalah-masalah yang bersifat pengandaian, mereka tidak menggunakannya dan merasa cukup dengan hukum pengamalan ketika menghadapi masalah atau kejadian.
Madrasah ini memiliki tujuh ulama terkemuka, yang kemudian dikenal dengan nama Fuqahā’ Tujuh (al- Fuqahā al-Sabʻah). Mereka itu adalah:
98
37 Sulaimān al-Asyqar, hlm. 175.
38 Al-Syahrastānī, Al-Milal wa al-Niḥal, jil. 1, hlm. 207.