Page 116 - Sejarah Perundangan Islam (Edisi Baru)
P. 116

    SEJARAH PERUNDANGAN ISLAM
bin Abī Waqqāsh RA. Jumlah mereka semakin bertambah pada masa Khalifah ʻUtsmān bin ʻAffān RA, yaitu ketika ʻUtsmān RA mengutus sebagian besar sahabat untuk berdakwah di kota ini. Jumlah sahabat saat itu mencapai 300 orang.
Dengan keberadaan para sahabat tersebut, tradisi ilmu berkembang pesat. Dari sinilah lahir para ulama terkemuka, seperti Alqamah bin Qais al-Nakhaʻī, al-Aswad bin Yazīd al-Nakhaʻī, al- Ḥasan al-Bashrī raḥimahumullah, yang pada akhirnya mewariskan ilmu mereka kepada Abū Ḥanīfah, Syuraiḥ al-Qādhī, Syubrumah, Ibn Abī Lailā raḥimahumullah dan lain-lain.
Keberadaan Kufah yang jauh dari Madinah memiliki pengaruh tersendiri dalam corak ijtihad para ulama, mereka lebih banyak melakukan ijtihād bi al-ra’yi ketika menghadapi suatu masalah. Hal itu, dikarenakan keterbatasan nas hadis yang sampai kepada mereka dan juga banyaknya bermunculan pemalsuan hadis kala itu, sehingga membuat mereka sangat selektif dalam masalah menerima hadis yang datang pada mereka. Namun bukan berarti mereka berijtihad dengan akal semata, tetapi mereka juga merujuk pada nas yang ada, walaupun jumlahnya lebih sedikit, jika dibandingkan dengan Madrasah Ahl al-Ḥadīts, yang mana keberadaan mereka berada di pusat kota hadis, yaitu Madinah.
Madrasah Ahl al-Ra’yi memiliki banyak keistimewaan, di antaranya adalah sebagaimana uraian berikut:39
       Metodologi yang digunakan oleh Madrasah Ahl al-Ra’yi lebih banyak menggunakan ra’yu (logika).
  100
39 Khudharī Beik, Tārīkh al-Tasyrīʻ, hlm.121, Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’: Sejarah Legalisasi Hukum Islam, 2009 Jakarta: Sinar Grafika Ofset, hlm. 97.



























































































   114   115   116   117   118