Page 112 - Sejarah Perundangan Islam (Edisi Baru)
P. 112
SEJARAH PERUNDANGAN ISLAM
PERIODE ini dimulai sejak Banī Umayyah memegang khilāfah kaum muslimin, setelah wafatnya ʻAlī bin Abī Thālib RA pada tahun 41H dan berakhir pada awal abad kedua hijriah, sebelum berakhirnya Khilāfah Banī Umayyah pada tahun 132H.33
Zaman ini dikenal dengan Tahun Jamāʻah (عام الجماعة). Hal itu dikarenakan kaum muslimin saat itu bersepakat untuk damai, antara pihak Muʻāwiyah dan Ḥasan bin ʻAlī RA, yang diakhiri dengan penyerahan khilāfah kepada Muʻāwiyah RA atas persetujuan pihak Ḥasan bin ʻAlī RA.34 Dengan peristiwa ini, maka hilanglah fitnah dan hilang pula perselisihan di antara kaum muslimin saat itu, sehingga mereka berada di bawah kekuasaan khalifah Muʻāwiyah RA.35
Sebelum terjadi peristiwa ini, kaum muslimin terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Ahli Sunnah, Syīʻah dan Khawārij. Syīʻah adalah orang-orang yang mendukung kuat ʻAlī bin Abī Thālib RA. Mereka menganggap khilāfah hanya untuk ʻAlī dan keturunannya (Ahl al-Bait) sehingga urusan khilāfah menurut mereka sama dengan warisan dari Nabi Muhammad SAW dan bukan dengan cara baiʻat. Khawārij, yaitu mereka yang mengkafirkan Muʻāwiyah dan ʻAlī bin Abī Thālib RA, akibat kekecewaan mereka dalam peristiwa
33 Khudharī Beik, Tārīkh al-Tasyrīʻ al-Islāmī, hlm. 110.
34 Sikap Ḥasan bin ʻAlī RA yang lapang dada dalam menyerahkan kekuasaan khilāfah kepada Muʻāwiyah RA adalah bentuk sikap pahlawan yang arif, yang mengutamakan kepentingan umat Islam dan memilih perdamaian, daripada kepentingan ego pribadi. Sikap terpuji inilah yang pernah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW kepada Ḥasan bin ʻAlī waktu ia masih kecil, bahwa kelak dewasa nanti, Ḥasan akan mampu mendamaikan pertikaian di tengah kaum muslimin. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis yang diriwayatkan al-
Bukhārī raḥimahullah berikut ini: Rasulullah SAW bersabda:
ِ ِِِِِِِ ِ ِِِ إ َّناْبنى َهَذا َسِّيٌد، َوَلَعَّلاللهَ َأ ْن ُي ْصل َحبه َبْ َينفَئَتْين َعظيَمَتْينم َناْلُم ْسلم َين
“Sesungguhnya anak cucuku ini adalah Sayyid, semoga Allah kelak menjadikannya sebagai orang yang mampu mendamaikan dua kelompok besar yang bertikai di kalangan kaum muslimin.” (HR. al-Bukhārī)
35 Ibid. 96