Page 131 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 131
Sebenamya hubungan kerja baru ini hanyalah sebagai salah satu akibat
dari man/land ratio yang semakin meningkat di pedesaan di Pulau Jawa
dimana sharing poverty melalui bawon dengan alat panen ani-ani tidak dapat
bertahan 1agi. Dengan semakin sempitnya usaha tani rata-rata per keluarga
dan perkembangan kesempatan kerja di luar sektor pertanian tidak seimbang
dengan perkembangan pertumbuhan jumlah tenaga di pedesaan, upah tenaga
kerja (khususnya upah panen) semakin mendekati opportunity cost tenaga
kerja. Kalau dahulu bagian buruh panen sama dengan bagian yang menjadi
hak buruh ngepak-ngedok, pada saat ini bagian buruh panen hanya 50%
dari bagian buruh ngepak-ngedok. Terlepas dari apakah bagian yang diterima
buruh ngepak-ngedok masih sama atau lebih besar dari opportunity cost tenaga
kerjanya jelas bahwa kedudukan buruh tani relatif telah semakin lemah.
Jika kita bandingkan pendapatan sebagian buruh lepas dengan upah
buruh ngepak- ngedok (Tabel II.2), hasil perhari kerja buruh ngepak-ngedok
masih lebih tinggi dari buruh tani lepas.
Jadi walaupun beban tambahan dipikulkan dengan pengedok, upah per
hari kerja masih lebih besar sebagai pengedok daripada buruh lepas.
Tabel II.2 Pendapatan Perhari Kerja Sebagai Pengedok Dibandingkan
Dengan Pendapatan Perhari Kerja Sebagai Buruh Lepas
Tanggul
Uraian Cidahu Kebanggan Geneng Sukosari
Wetan
1. Jumlah hari kerja pengedok
(HK/ha) 80 107 43 66 98
1)
2. Nilai upah harian (Rp/ha) 4.000 5.600 2.100 4.950 4.900
3. Upah perhari kerja (Rp/ha) 50 52 49 75 50
4. Produksi per-Ha (Kwt/HK) 30.05 29.90 29.94 48.91 38.70
2)
5. Upah buruh panen :
a. Naturan/padi (Kwt/ha) 2.51 1.66 3.79 4.84 3.87
b. Nilai (Rp/ha) 7.028 3.652 12.128 8.712 6.966
3)
6. Upah sebagai pengedok :
a. Natura (Kwt/ha) 2.51 3.31 3.79 4.84 3.87
b. Upah uang (Rp/ha) - 1.079 - -
96