Page 57 - Ebook_Wilayah Perbatasan Natuna
P. 57

Berdasarkan  sumber  tertulis,  Belanda  di Malaka  mengirimkan  suatu misi  yang
                 dipimpin oleh William Valentyn. Misi itu sampai di Riau tahun 1687.  Dalam misi
                 tersebut William Valentyn melihat peristiwa  sebagai berikut.

                      ”Dia melihat lebih kurang antara 500 hingga 600 buah perahu berlabuh di
                      Sungai Riau, yang di antaranya termasuklah kapal-kapal besar. Sebanyak dua
                      puluh enam buah perahu sedang disiapkan di limbungan, sementara sejumlah
                      empat puluh buah kapal lagi telah siap sedia di Lingga. Selain daripada itu ada
                      kira-kira lima puluh enam puluh buah kapal pada waktu itu sedang membeli
                      beras di Jawa.

                      Antara  kapal-kapal yang sedang berlabuh di sungai itu ialah sejumlah enam
                      buah kapal besar Raja Siam. Kapal-kapal itu memuat bersamanya pemberian
                      istimewa  untuk  pemerintah  Johor  yang  antaranya  termasuklah  dua  pucuk
                      meriam, peluru, ubat bedil, dan barangan lain, selain daripada barang-barang
                      dagangan  tradisional  seperti  beras,  garam,  dan  sebagainya.  Jelaslah  suatu
                      kebiasaan telah mula diamalkan oleh Raja Siam dengan menghantar kepada
                      pemerintah Johor dua atau tiga pucuk meriam beserta barangan lain setiap
                      tahun. Terdapat juga tiga buah tongkang Cina yang besar, dua buah kapal besar
                      dari Palembang yang bermuat dengan lada hitam, kapal-kapal Portugis dari
                      Manila, kapalp-kapal Inggeris, kapal-kapal pribumi dari Buton, Jawa, Melaka,
                      Kampar, Aceh, Kedah, Perak dan dari wilayah-wilayah naungan Johor sendiri
                      iaitu Terengganu, Pahang, Sedili, Dungun, Rembau, Muar, Bengkalis, Siak,
                      Pulau Pinang, Tioman, Pulau Auer, Pulau Temaja, Siantan, Bunguran, Pulau
                      Laut, Sarasan, Subi, Tambelan, Sudala, dan Lingga”. (Andaya, 1987:199).

                 Berdasarkan sumber tertulis  di  atas,  dapat disimpulkan bahwa  pada  tahun 1687,
                 Bunguran sudah masuk dalam salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Johor. Saat itu,
                 Bunguran berada dalam kekuasaan Orang Kaya Dana Mahkota. Berdasarkan cerita
                 rakyat yang berkembang pada  masyarakat Natuna,  Orang Kaya  Dana  Mahkota
                 memiliki seorang anak bernama Orang Kaya Wan Rawa. Berikut kisahnya.

                      Orang kaya Dana Mahkota memerintah dengan arif dan bijaksana, disegani
                      oleh rakyatnya dan apabila bajak laut setiap kalai ingin menyerang kedautannya
                      selalu mempertimbangkan taktik beluai semasak-masaknya.

                      Sekitar tahun 1853 M Orang kaya Wan Rawa menggantikan ayahndanya Orang
                      Kaya  Dana  Mahkota  yang  memerintah  kedaulatan  Bunguran.  Oleh  karena
                      Bandar Penibung mudah dicapai oleh bajak laut maka pusat pemerintahannya
                      dipindahkan  dari  Penibung  ke  Sungai  Ulu  (Mahligai)  yaitu  suatu  tempat
                      di  pedalaman  Pulau Bunguran.  Lokasinya  tidak   jauh  dari  lokasi  warga
                      transmigrasi Bunguran Timur saat ini.















                 Mutiara di Ujung Utara                                                           39
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62