Page 17 - IPS MI-SD
P. 17
Kesultanan Banten mulai melebarkan pengaruhnya, terutama di bidang
perdagangan, sejak pemerintahan Maulana Hasanuddin. Pada masa kejayaan Kesultanan
Banten, perdagangan berkembang pesat hingga mencapai Donggala, Filipina, Makao,
Persia, dan Turki. Selama 18 tahun masa kepemimpinannya, Maulana Hasanuddin
berhasil menjadikan Kesultanan Banten sebagai pusat penyebaran agama Islam. Ia
kemudian digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)
memimpin Kesultanan Banten dan berhasil menaklukkan Kerajaan Pakuan Pajajaran. Ia
wafat pada tahun 1580 dan digantikan oleh putranya, Maulana Muhammad. Setelah
Sultan Maulana Muhammad wafat pada tahun 1596, ia digantikan oleh putra tertuanya
yaitu Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir. Akan tetapi, karena putranya masih
berumur lima bulan, maka kekuasaan pemerintahan dijabat oleh lima dewan kesultanan.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Sultan Abdul Fatah yang lebih dikenal dengan
nama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang
VOC (kongsi dagang Belanda) yang ingin memonopoli perdagangan.
Putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Haji tidak sependapat dengan ayahnya.
Perbedaan pendapat ini berkembang menjadi permusuhan. Berkat bantuan VOC, Sultan
Haji mengalahkan ayahnya. Setelah menjadi Sultan, Sultan Haji mengabulkan keinginan
VOC untuk memonopoli perdagangan di wilayah Kesultanan Banten. Kesultanan Banten
kemudian mengalami kemunduran pada tahun 1682.
Peninggalan bersejarah dari Kesultanan Banten, antara lain sebagai berikut.
a. Masjid Agung Banten yang dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M.
Masjid ini dilengkapi dengan menara yang termasuk salah satu menara tertua di Pulau
Jawa.
b. Keraton Surosowan, dalam bentuk benteng dan kanal-kanal.
c. Meriam kuno Ki Amuk yang bentuknya sangat besar. Meriam ini terbuat dari perunggu
yang bertuliskan huruf Arab dan terletak di alun-alun Masjid Agung Banten.
4. Kesultanan Ternate-Tidore
Kerajaan Ternate-Tidore adalah kerajaan Islam yang berada di wilayah
Kepulauan Maluku (sekitar abad ke-15) dan pada awalnya merupakan dua kesultanan
yang terpisah. Keduanya sering terlibat persaingan untuk memperebutkan pengaruh.
Untuk memenangkan persaingan dan pengaruh, masing-masing kerajaan itu lalu
membangun kerja sama dengan kerajaan lain. Kesultanan Ternate membentuk
persekutuan Uli Lima dengan Kerajaan Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Kesultanan
Tidore bekerja sama dengan Kerajaan Makyan, Jailolo, Soa-siu, dan kerajaan lainnya
dari Pulau Halmahera hingga bagian barat Pulau Irian, membentuk persekutuan Uli
Siwa.
Kesultanan Ternate menjalin hubungan dengan bangsa Portugis. Sedangkan di lain
pihak, Kesultanan Tidore juga melakukan kerja sama dengan bangsa Spanyol yang
berpusat di Filipina. Berdasarkan perjanjian Tordesilas antara Portugis dan Spanyol,
keberadaan Spanyol di Kepulauan Maluku dianggap menyalahi isi perjanjian. Oleh
13