Page 161 - Buku Paket Kelas 11 Agama Katolik
P. 161

        b. Ajaran Gereja tentang hukuman mati Katekismus Gereja Katolik
Dalam kaitannya dengan perintah kelima, Katekismus mempertimbangkan topik ini dalam dua perspektif, yakni dari hak untuk mempertahankan diri dan dari perspektif efek yang ditimbulkan dari sebuah hukuman(KGK art. 2263-2267). Dalam kaitannya dengan persoalan pertama tentang hak untuk mempertahankan diri, Katekismus membedakan antara “upaya pertahanan diri dan masyarakat yang dilakukan secara sah” dan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja. Menurut Katekismus, pertahanan diri yang sah bukanlah sebuah perkecualian dan dispensasi untuk suatu pembunuhan yang dilakukan secara sengaja. Keduanya berada dalam level yang sangat berbeda.
Dalam kaitannya dengan upaya pertahanan diri, Katekismus menekankan:
“Cinta kepada diri sendiri merupakan dasar ajaran susila. Dengan demikian adalah sah menuntut haknya atas kehidupannya sendiri. Siapa yang membela kehidupannya, tidak bersalah karena pembunuhan, juga apabila ia terpaksa menangkis penyerangannya dengan satu pukulan yang mematikan(KGK, art. 2264)
Lebih lanjut, Katekismus Gereja Katolik juga menekankan bahwa pembelaan kesejahteraan umum masyarakat menuntut agar penyerang dihalangi untuk menyebabkan kerugian. Karena alasan ini, maka ajaran Gereja sepanjang sejarah mengakui keabsahan hak dan kewajiban dari kekuasaan politik yang sah, menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tanpa mengecualikan hukuman mati dalam kejadian-kejadian yang serius (KGK, art. 2266)Prinsip inilah yang berlaku bagi negara dalam melaksanakan kewajibannya untuk menjaga keselamatan orang banyak dan melindungi warganya dari malapetaka. Sebab itu, negara dapat menyatakan dan memaklumkan perang melawan penyerang dari luar komunitasnya sama seperti individu memiliki hak yang sah untuk mempertahankan diri.(P. William Saunders, Straight Answers: Capital Punishment and Church Teaching, diterjemahkan oleh YESAYA: http://www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald), http:// yesaya.indocell.net/id935.htm)
Berdasarkan pemahaman di atas, Gereja Katolik pada prinsipnya menjunjung tinggi hak negara untuk melaksanakan hukuman mati atas penjahat-penjahat tertentu. Walau Gereja menjunjung tinggi tradisi ajaran yang mengijinkan hukuman mati untuk tindak kejahatan yang berat, tetapi ada beberapa persyaratan serius yang harus dipenuhi guna melaksanakan otoritas tersebut, yakni apakah cara ini merupakan satu-satunya kemungkinan untuk melindungi masyarakat atau adakah cara-cara tidak berdarah lainnya? Apakah dengan demikian pelaku dijadikan “tak lagi dapat mencelakai orang lain”? Apakah pelaku memiliki kemungkinan untuk meloloskan diri? Apakah kasus ini merupakan suatu kasus khusus yang menjamin bahwa hukuman yang demikian tidak akan sering dilakukan? Karena itu Katekismus juga menegaskan; “Sejauh cara-cara tidak berdarah mencukupi, untuk membela
   Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 155
     



























































































   159   160   161   162   163