Page 83 - Buku Paket Kelas 7 Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti
P. 83
Delapan Peraturan yang terdapat dalam Atthangasila, adalah bertekad menghindari:
1. Membunuh makhluk hidup
2. Mengambil barang yang tidak diberikan
3. Perbuatan asusila
4. Ucapan tidak benar
5. Minuman memabukkan
6. Makan setelah tengah hari
7. Menari, menyanyi, bermain musik dan pergi melihat pertunjukkan; memakai mas, perah maupun
uang, berhias dengan bebungaan, wewangian dan kosmetik dengan tujuan untuk mempercantik
tubuh
8. Penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah.
Di Indonesia terdapat kekhususan, yaitu para Bhikkhu tidak dapat bergerak dalam urusan duniawi,
misalnya: mengawinkan, mengambil sumpah, sekelompok upasaka-upasika telah mengabdikan diri mereka tanpa pamrih kepada Triratna, mengabdi menyantuni umat dalam kegiatan keagamaan. Mereka mendapat penghormatan sebagai Pandita. Pandita dalam bahasa Pali adalah orang bijaksana yang biasanya disebut Pandit.
Sebutan untuk pandita laki-laki ialah Romo yang artinya bapak. Sebutan untuk Pandita perempuan ialah Ramani yang artinya ibu. Gelar Pandita adalah gelar fungsional yang menunjukkan wewenang dan kewajibannya dalam melayani umat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Pandita dalam organisasi Buddhis terdiri atas dua jenis, yaitu: pandita yang bertugas memimpin upacara dalam agama Buddha disebut Pandita Lokapalasraya dan pandita yang memberikan ceramah Dharma disebut Pandita Dhammaduta.
Umat awam dibagi berdasar pada tingkatan (pengabdian). Seorang umat Buddha yang menyatakan berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Sangha melalui upacara Tisarana. Tisarana ini sekarang hanya berlaku bagi umat Buddha yang masih kanak-kanak. Di samping berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, seorang umat Buddha yang sudah dewasa juga wajib mengikrarkan lima janji yang disebut Pancasila Buddha sebagai pegangan moral dalam kehidupannya sehari-hari. Lima janji itu diikrarkan di depan anggota Sangha. Mereka dinyatakan sebagai Upasaka/Upasika.
Untuk membantu tugas-tugas Sangha menyebarkan cinta kasih dan Dharma ataupun tugas-tugas sosial lain di masyarakat, sejumlah upasaka/upasika dipilih dan diangkat menjadi pandita. Pengangkatan sebagai pandita didasarkan pada sejumlah pertimbangan antara lain: Saddha, Sila, dan Bakti di samping pengetahuan Dharma maupun kemampuan komunikasi dan kepemimpinan.
Untuk memberikan ruang yang lebih luas karena variasi kompetensi calon pandita, dibuat beberapa jenjang kepanditaan, yaitu: Pandita muda (Upasaka Bala Anu Pandita - UBAP), Pandita madya (Upasaka Anu Pandita - UAP), dan Pandita penuh (Upasaka Pandita – UP). Untuk memberikan penghormatan kepada para Upasaka-Upasika maupun kepada pandita yang sangat berjasa, diberikan gelar kehormatan sebagai Maha Upasaka/Maha Upasika (MU) dan Maha Pandita (MP).
Upasaka/Upasika yang sudah mendapat mandat kepercayaan sebagai pandita sangat dianjurkan untuk lebih memperdalam Dharma dan melaksanakannya. Mereka juga wajib menjalankan sila dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka wajib menjaga pikiran, ucapan, dan tingkah lakunya agar dapat menjadi panutan umat.
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
79