Page 342 - Buku Paket Kelas 11 Agama Hindu
P. 342
batinnya. Hal ini dimaksudkan agar bibit (benih) dari kedua mempelai bebas dari pengaruh-pengaruh buruk (gangguan bhuta kala), sehingga kalau keduanya bertemu (terjadi pembuahan) dan terbentuklah sebuah “manik” (embrio) yang sudah bersih.
Demikian, diharapkan agar roh yang menjiwai manik (janin muda) itu adalah roh yang suci dan baik dan kemudian dapat melahirkan seorang anak yang suputra dan berguna di dalam masyarakat. Selain itu dengan adanya upacara perkawinan ini, berarti kedua mempelai telah memilih agama Hindu serta ajaran-ajarannya sebagai pegangan hidup di dalam berumah tangga. Disebutkan pula bahwa hubungan seks di dalam suatu perkawinan yang tidak didahului dengan upacara pekalan-kalaan dianggap tidak baik dan disebut “kama keparagan” dan anak yang lahir akibat kama tersebut adalah anak yang tidak menghiraukan nasihat orang tua atau ajaran-ajaran agama. Sifat dan sikap anak yang demikian sering disebut dengan istilah “rare dia-diu”.
Sahnya suatu perkawinan menurut adat-istiadat Hindu di Bali dari segi ritualnya terbagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain nista (kecil), madya (sedang), dan uttama (besar). Walaupun ditingkat-tingkatkan menjadi tiga tahapan, namun nilai ritual yang dikandung adalah sama. Tata cara upacara perkawinan yang dimaksud antara lain :
a. Tata Urutan Upacara.
Pelaksanaan ritual upacara perkawinan menurut adat Hindu di Bali sesuai ajaran agama yang dianutnya oleh masing-masing umat adalah:
336 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13