Page 34 - Buku Paket Kelas 7 Pendidikan Agama Khonghucu
P. 34
Hal ini disebabkan adanya pembatasan-pembatasan, misalnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, mendirikan tempat ibadah, tidak dicantumkannya agama Khonghucu pada kolom agama di KTP, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, termasuk tidak diperbolehkannya pelajaran agama Khonghucu di sekolah-sekolah. Semua itu menjadi hambatan bagi para penganut agama Khonghucu. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan falsafah negara kita yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 29 yang telah memberikan jaminan dan kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Terlebih lagi hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang tentang hak asasi manusia, karena kebebasan beragama sebenarnya adalah hak yang paling hakiki bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan Sang Pencipta- Nya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
C.4. Agama Khonghucu di Era Reformasi
Umat Khonghucu di Indonesia dibina oleh lembaga tertingginya Matakin untuk mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) ke XIII pada tanggal 22 s.d. 23 Agustus 1998 di asrama Haji Pondok Gede-Jakarta Timur. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Menteri Agama Republik Indonesia Bapak Malik Fajar yang menjabat Menteri Agama pada saat itu.
Munas tersebut dihadiri oleh seluruh perwakilan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin), Kebaktian Agama Khonghucu Indonesia (Kakin) dan Wadah Umat Khonghucu lainnya.
Dengan adanya Keppres No. 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967, maka pelayanan hak sipil umat Khonghucu dan budaya Zhonghua secara umum telah dipulihkan.
Pada tahun 2002, saat perayaan Hari Raya Imlek (Yinli) 2553 Nasional yang ketiga, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri telah menetapkan Tahun Baru Yinli sebagai hari libur nasional.
Penting
Kebebasan beragama merupakan hak yang paling hakiki bagi umat manusia di dalam menjalin hubungan mereka dengan Sang Pencipta-Nya yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Agama bukan pemberian suatu Negara, melainkan suatu keyakinan dari umatnya yang mempercayainya. Oleh karena itu selayaknya Negara tidak mencampuri ataupun membatasinya.
Kelas VII SMP
26