Page 15 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 MARET 2021
P. 15
mungkin mulai dinaikkan. Pasar keuangan domestik yang selama beberapa bulan terakhir
diuntungkan aliran valuta asing akan mengalami fase pembalikan. Situasi ini mirip ketika tahun
2013, The Fed mulai menormalkan kebijakan moneter sehingga memunculkan kepanikan (taper
tantruni).
Kedua, jika pasar keuangan bergejolak, Bank Indonesia juga harus merespons dengan kenaikan
suku bunga yang kini 3,5 persen atau terendah dalam sejarah. Meskipun kenaikan suku bunga
tidak sesuai dengan semangat mendorong kredit, tak banyak pilihan karena dominasi modal
asing jangka pendek di pasar keuangan kita relatif tinggi.
Ketiga, biaya pemulihan ekonomi 2021 masih tinggi. Biaya penanganan Covid-19 dan pemulihan
ekonomi nasional pada 2021 dianggarkan Rp 699,43 triliun. Jumlah ini telah mengalami revisi
empat kali. Tampaknya, peran pemerintah dalam perekonomian masih akan dominan dalam
beberapa tahun mendatang. Akibatnya, rencana mengembalikan defisit di bawah 3 persen
terhadap produk domestik bruto pada 2023 cukup menantang.
Keempat, resesi sudah berdampak pada ketenagakerjaan. Kementerian Ketenagakerjaan
mencatat, pada 2020 sekitar 386.000 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau
naik 20 kali lipat dibandingkan dengan 2019 (Kompas, 10/3/2021).
Kelima, pemulihan ekonomi juga menghadapi tantangan dari sisi politik yang sudah mulai
memanas menghadapi Pemilu 2024. Diperkirakan, semakin mendekati pemilu, persoalan politik
akan semakin intensif.
Bagaimana jalan keluar dari kerumitan ini? Meski menghadapi persoalan kompleks, tak boleh
kehilangan fokus pada persoalan utama, yaitu menyelesaikan masalah kesehatan. Prioritas
mempercepat program vaksinasi.
Selanjutnya, kebijakan ekonomi meliputi tiga pilar, yaitu fiskal, moneter, dan industrial. Kebijakan
fiskal dan moneter relatif sudah optimal. Sementara kebijakan industrial masih perlu dipertajam.
Fokus pertama, menopang sektor dunia usaha agar bertahan dalam situasi sulit ini peran fiskal
sangat penting agar sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, baik usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) maupun usaha besar mendapat program stimulus yang proporsional,
tujuannya, angka PHK bisa ditekan semaksimal mungkin.
Fase berikutnya, kebijakan industrial perlu diterjemahkan dengan merumuskan arah
pengembangan industri pasca pandemi. Industri berbasis teknologi dan industri ramah
lingkungan akan menjadi standar global yang harus diantisipasi.
Meskipun menghadapi ketidakpastian dan kerumitan situasi, kebijakan kesehatan dan
perekonomian relatif mudah dirumuskan. Justru yang sulit diantisipasi adalah dinamika serta
risiko politik akibat pertarungan menghadapi Pemilu 2024.
Dalam kerangka kebijakan ekonomi, persoalan sosial politik dan kebudayaan merupakan faktor
kelembagaan yang penting. Peranannya akan sangat menentukan efektivitas kebijakan ekonomi
serta kinerja perekonomian.
Douglass North, penerima Nobel Ekonomi 1993, telah mengidentifikasi nilai penting institusi bagi
kinerja ekonomi Pandemi Covid-19, yang oleh Schwab diidentifikasi sebagai the great reset, akan
menjadi konteks kelembagaan (baru) yang menentukan relasi faktor kelembagaan dan kinerja
ekonomi.
Bagi perekonomian kita, selain friksi politik menjelang Pemilu 2024, diperburuk praktik korupsi
yang melibatkan menteri berlatar belakang partai politik. Tampaknya, pemerintahan Presiden
Joko Widodo periode kedua perlu mengambil sikap lugas terkait faktor kelembagaan. Komisi
14