Page 373 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 373
PAN LURUSKAN SEJUMLAH PANDANGAN KELIRU SOAL UU CIPTAKER
Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Farah Putri Nahlia menilai kritik yang
membangun dalam rangka koreksi terhadap materi rancangan undang-undang (RUU)
merupakan hal yang lumrah. Namun, Farah menegaskan, sejumlah pandangan keliru soal
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru disahkan perlu diluruskan.
"Setiap UU yang disahkan oleh DPR selalu mengandung kontroversi. Hal ini justru positif bagi
demokrasi kita. Kontroversi itu terjadi pada RUU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR dan
pemerintah menjadi undang-undang. Ada beberapa poin yang jadi alasan elemen buruh
menolak. Ini perlu diluruskan," kata Farah, Selasa (6/10).
Terkait kabar uang pesangon dihilangkan. Farah menyatakan, hal tersebut tidak tepat. Uang
pesangon tetap ada sebagaimana tercantum dalam Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 89. Farah
menuturkan, informasi upah buruh dihitung per jam juga keliru.
"Faktanya, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan
waktu atau berdasarkan hasil," ungkap Farah.
Farah menambahkan, semua hak cuti antara lain seperti sakit, kawinan, dan melahirkan tidak
dihilangkan. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti. Farah menyebut cuti yang wajib
diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan. Cuti tersebut paling sedikit 12 hari kerja
setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
Informasi Keliru
Farah mengatakan karyawan outsourcing akan diganti dengan kontrak seumur hidup juga
informasi keliru. "Faktanya, outsourcing ke perusahaan alih daya tetap di-mungkinan. Pekerja
menjadi karyawan dari perusahaan alih daya. Lalu ada juga kabar tidak akan ada status
karyawan tetap? Faktanya, status karyawan tetap masih ada," tegas legislator dari daerah
pemilihan Jawa Barat IX tersebut.
Farah juga menegaskan perusahaan tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
secara sepihak. Menurut Farah. PHK dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh. Dalam hal kesepakatan tidak tercapai, maka penyelesaian PHK dilakukan
melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Farah pun menyatakan, tenaga kerja asing (TKA) tidak bebas masuk, karena harus memenuhi
syarat dan peraturan. Hal ini meluruskan adanya informasi melalui UU Ciptaker. TKA dapat
leluasa bekerja di Indonesia. Farah menjelaskan setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA.
wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan dari pemerintah pusat.
Farah mengatakan, sikap FPAN menerima UU Ciptaker dengan catatan kritis. "Di mana catatan
kritis ini dibuat agar kelahiran UU Ciptaker bisa membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi
masyarakat luas " kata Farah. [C-6]
372

