Page 38 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JANUARI 2021
P. 38
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI
memang belum menjelaskan secara detail penyebab pekerja PKWT tak masuk dalam JKP. Dia
hanya mengatakan bahwa kriteria PHK dalam JKP adalah melakukan penggabungan,
perampingan, atau efisiensi perubahan status kepemilikan perusahaan, kerugian, tutup dan
pailit, serta pengusaha melakukan kesalahan terhadap pekerja.
PEKERJA KONTRAK TAK DAPAT JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN
Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) tidak akan dimiliki pekerja dengan perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) alias pekerja kontrak . Itu diketahui dari grand design yang dipaparkan
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyayangkan kondisi tersebut. Jika pekerja
PKWT dikecualikan, kata dia, akan sangat banyak yang tidak mendapat manfaat dari JKP.
Mengingat, dibukanya pasal 59 dan 66 dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) akan
berdampak pada semakin banyaknya pekerja yang di-PKWT-kan. Termasuk mereka yang
outsourcing seperti satpam dan cleaning service . "Kalau PKWT tidak dimasukkan, akan semakin
banyak yang tidak berhak mendapat JPK. Makin sengsara karena JKP ada pelatihan," ujarnya
kemarin (19/1).
Padahal, lanjut dia, di UU Ciptaker jelas disebutkan bahwa JKP diberikan untuk menjamin daya
beli pekerja setelah diputus hubungan kerja (PHK). Dengan begitu, bisa terjaga
kesejahteraannya setelah tak lagi bekerja.
Menurut dia, selesainya kontrak yang dimiliki pekerja PKWT juga termasuk dalam kategori
pemutusan kerja. "Di UU 13/2003, ada 15 jenis PHK. Salah satunya, PKWT," ungkapnya.
Karena itu, pemerintah harus meninjau ulang definisi PHK dalam JKP. "Orang diputus kontraknya
kan diputus hubungan kerjanya, nggak kerja lagi," sambungnya.
Bukan hanya itu, Timboel juga menyoroti para pekerja PKWT yang selama ini sudah diwajibkan
membayar iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), dan jaminan hari tua
(JHT). Menurut dia, akan sangat tidak fair ketika mereka sudah ikut gotong royong dalam
jaminan sosial ketenagakerjaan, tapi tidak bisa diikutsertakan dalam JKP.
Selain itu, pekerja PKWT sejatinya menjadi pihak yang paling berhak mendapat pengembangan
diri dari pelatihan dalam program JKP. "Semakin banyak yang terdiskriminasi. Padahal, justru
orang-orang di level inilah yang layak mendapat JKP untuk meningkatkan skill-nya," ungkapnya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI
memang belum menjelaskan secara detail penyebab pekerja PKWT tak masuk dalam JKP. Dia
hanya mengatakan bahwa kriteria PHK dalam JKP adalah melakukan penggabungan,
perampingan, atau efisiensi perubahan status kepemilikan perusahaan, kerugian, tutup dan
pailit, serta pengusaha melakukan kesalahan terhadap pekerja. "Kriteria tersebut dengan
mengecualikan PKWT, pensiun, meninggal, dan cacat total," katanya.
Selain kriteria PHK, Menaker menjelaskan substansi lain yang terdapat dalam RPP JKP. Yakni,
kepesertaan program JKP. Kepesertaan itu berasal dari peserta penerima upah dan harus
mengikuti empat program. Yaitu, JHT, JKK, JKM, dan jaminan pensiun (JP).
Dalam waktu dekat, dilakukan pembahasan draf RPP JKP bersama tripartit. "Ini baru draf karena
kami dalam proses penyusunan RPP-nya," katanya.
37