Page 71 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 AGUSTUS 2020
P. 71
BANTUAN SOSIAL TIMPANG
Sejumlah program bantuan langsung tunai yang digelontorkan pemerintah pada triwulan III-
2020 menjadi cermin ketimpangan bantuan sosial. Dua kelompok masyarakat yang paling ter-
dampak pandemi Covid-19, yakni pekerja sektor informal dan pekerja yang mengalami
pemutusan hubungan kerja, nyaris luput dari perlindungan.
Program subsidi gaji Rp 600.000 per bulan kepada pekerja ber gaji di bawah Rp 5 juta yang
mulai disalurkan pekan ini ditujukan kepada pekerja formal yang masih bekerja dan terdaftar
sebagai peserta pekerja penerima upah di BP Jamsostek. Bantuan itu tidak ikut melindungi
pekerja di sektor informal yang tidak ter-asuransi dan pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih, Senin (24/8/2020), mengatakan, ada dua
persoalan besar yang te-cermin dari program bantuan sosial itu. "Pertama, apakah ada skema
bansos yang bisa menyentuh langsung para pekerja yang mengalami PHK? Kedua, bagaimana
dengan nasib pekerja di sektor informal?" ujarnya.
Menurut Alamsyah, kelompok yang membutuhkan bantuan secara langsung adalah para pekerja
informal serta pekerja yang di-PHK akibat Co-vid-19. Namun, mereka nyaris tidak tersentuh
bantuan lewat berbagai skema program pemerintah.
Pemerintah berdalih, pekerja korban PHK dan sektor informal ditangani lewat program Kartu
Prakerja. Namun, program itu tidak spesifik menyasar korban PHK, berhubung program itu juga
bisa diikuti pekerja aktif yang ingin meningkatkan
kapasitasnya. Di sisi lain, penyaluran bantuan lewat Kartu Prakerja sempat terhambat dua bulan
sehingga kurang efektif.
Lebih rumit
Alamsyah juga berpendapat, proses mendapatkan bantuan insentif Rp 600.000 per bulan di
Kartu Prakerja pun lebih rumit dan berlapis, seperti harus terlebih dahulu menyelesaikan
pelatihan daring. Pekerja korban PHK dan sektor informal juga harus terlebih dahulu
mendaftarkan diri dan menghadapi kemungkinan gagal lolos seleksi. Sementara dalam subsidi
gaji, uang bantuan dapat ditransfer dengan segera ke rekening pekerja.
Perbedaan antara kedua program juga tampak dari lingkup dan kuota sasaran penerima bantuan
yang ditarget. Kartu Prakerja menargetkan 5,6 juta orang calon penerima bantuan, sementara
program subsidi gaji menargetkan 15,7 juta orang. "Padahal, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia memprediksi, jumlah pekerja yang terkena PHK sudah melewati angka 6 juta,"
ujarnya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar menilai, ada
ketidakadilan dan ketimpangan bansos selama pandemi. Jumlah pekerja formal swasta adalah
sekitar 40 juta orang dan pekerja informal sekitar 70 juta orang. Namun, kuota bantuan untuk
pekerja aktif sampai 15,7 juta orang dan untuk pekerja ter-PHK dan pekerja informal hanya 5,6
juta orang. "Ini tentu tidak adil. Yang lebih banyak membutuhkan adalah pekerja informal, tetapi
kuotanya lebih banyak pekerja aktif," katanya. Timboel menambahkan, ada kekhawatiran
program subsidi gaji bisa dimanfaatkan oleh perusahaan yang aji mumpung dan melepas
tanggung jawab terhadap pekerjanya. Namun, meski potensi celah pemanfaatan itu ada,
jumlahnya diyakini relatif kecil. Pasalnya, Un-dang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur, proses pengurangan upah harus melalui persetujuan pekerja.
Pengusaha yang mengurangi upah atau merumahkan pekerjanya karena merasa
kewajibannya sudah "ditambal" pemerintah akan menghadapi risiko lebih berat jika nekat
melakukan hal itu.
70