Page 32 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 JANUARI 2021
P. 32
DERITA PEKERJA MIGRAN INDONESIA NONPROSEDURAL DI NEGERI ORANG
Menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) hingga saat ini masih menjadi pilihan sebagian orang
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja di luar negeri.
Apalagi pilihan untuk menjadi pekerja migran itu didasari oleh tawaran penghasilan yang
menggiurkan jika dibandingkan dengan bekerja di dalam negeri.
Selain itu, minim-nya keterampilan dan lapangan pekerjaan di Tanah Air menjadikan sebagian
orang memilih bekerja sebagai PMI.
Akan tetapi kurangnya pengetahuan yang dimiliki sebagian calon PMI justru mengakibatkan
mereka terjebak dalam berbagai permasalahan, seperti yang dialami seorang perempuan
berinisial LSA (20), warga Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Bukannya memperoleh penghasilan yang besar dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga
di Malaysia, LSA justru menghadapi permasalahan di Negeri Jiran itu karena dia ternyata
dipekerjakan secara nonprosedural.
Kasus yang dialami LSA ini berhasil diungkap oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim)
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas setelah menerima laporan dari keluarga korban pada
pertengahan bulan Januari 2021 yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
Setelah dilakukan penyelidikan, petugas Satreskrim Polresta Banyumas berhasil mengamankan
seorang perempuan berinisial YUN (42), warga Patikraja, Kabupaten Banyumas.
YUN yang merupakan kepala cabang salah satu perusahaan penempatan PMI yang berkantor di
Patikraja itu diketahui memberangkatkan LSA untuk bekerja di Malaysia secara nonprosedural
atau ilegal.
"Kami berhasil mengamankan YUN pada hari Kamis (21/1)," kata Kepala Polresta Banyumas
Komisaris Besar Polisi M Firman L Hakim didampingi Kepala Satreskrim Komisaris Berry di
Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (25/1).
Ia mengatakan sebelum diberangkatkan ke Malaysia sekitar bulan Januari 2020, LSA terlebih
dahulu menginap di rumah YUN selama satu minggu dan diberikan pelatihan terkait dengan adat
kebiasaan orang Malaysia maupun bahasa yang digunakan di Negeri Jiran itu sebagai bekal bagi
korban yang akan menjadi asisten rumah tangga.
Setelah menjalani pelatihan itu, LSA yang didampingi YUN berangkat ke Batam dengan
menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Yogyakarta. Selanjutnya, mereka menuju
Malaysia dengan menggunakan kapal.
Saat menjalani pemeriksaan petugas Imigrasi, YUN mengatakan jika mereka hendak berlibur.
Bahkan, perempuan itu menunjukkan tiket perjalanan pergi-pulang kepada petugas Imigrasi.
Hal itu dilakukan YUN untuk mengelabui petugas karena paspor yang digunakan LSA bukan
paspor PMI, melainkan paspor kunjungan wisata.
Sesampainya di Malaysia, YUN bersama korban menemui yang merupakan kenalan pelaku dan
akhirnya LSA diantar ke rumah seseorang untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga
dengan upah sebesar 6.000 ringgit atau setara Rp20 juta.
Akan tetapi sejak bulan Mei 2020, LSA tidak bisa dihubungi keluarganya dan tidak dapat
dipulangkan ke Indonesia dengan alasan Malaysia sedang menerapkan "lockdown" ke luar
negeri.
31