Page 48 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 SEPTEMBER 2020
P. 48

(  BLT  ) bagi buruh atau pekerja gaji di bawah Rp 5 juta per bulan dengan ketentuan peserta
              aktif  BPJS Ketenagakerjaan  .
              Hal tersebut disampaikan KSPSI DIY saat menggelar aksi unjuk rasa di halaman Dinas Tenaga
              Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Selasa (15/9).

              Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan, menganggap kebijakan
              tersebut diskriminatif karena pada dasarnya semua buruh atau pekerja terkena dampak pandemi
              Covid-19.

              "Pekerja atau buruh yang bergaji di bawah Rp 5 juta, baik yang sudah maupun belum tercatat
              sebagai  peserta  aktif  BPJS  K  pada  prinsipnya  harus  tetap  memiliki  hak  yang  sama  dalam
              mendapatkan BLT pemerintah," tegas Irsad, Selasa (15/9).


              Irsad  memperkirakan  sekitar  534.820  buruh  di  DIY  berpotensi  tak  akan  menerima  bantuan
              tersebut mengingat dari 902.543 buruh yang tercatat di DIY, baru sekitar 367.723 orang yang
              terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

              "Pekerja atau buruh yang belum terdaftarkan merupakan tanggung jawab perusahaan untuk
              mendaftarkan mereka," sambungnya.

              Selain mempersoalkan pemberian BLT bagi buruh yang dianggap diskriminatif, unjuk rasa KSPSI
              DIY  juga  menyoroti  perusahaan-perusahaan  yang  menggunakan  pandemi  sebagai  alasan
              memotong upah pekerja secara sepihak, tanpa transparansi akuntabilitas keuangan perusahaan.
              Padahal berdasarkan pasal 57 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015, pada intinya
              pemotongan  upah  hanya  boleh  dilakukan  pengusaha  jika  sesuai  perjanjian  kerja,  peraturan
              perusahaan, atau peraturan kerja bersama untuk ganti rugi, ataupun uang muka upah.

              "Kami  berpendapat  bahwa  alasan  pemotongan  upah  pekerja  atau  buruh  akibat  perusahaan
              merugi sebagai dampak pandemi Covid-19 itu tidak berdasarkan hukum dan dapat menimbulkan
              perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan hak," anggapnya.

              Selanjutnya,  Irsad  juga  menyampaikan  penolakan  tentang  pembahasan  Omnibus  Law
              Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang tak juga dibatalkan pembahasannya walau
              penolakan datang dari banyak pihak.

              Menanggapi aspirasi terkait BLT atau Bantuan Subsidi Upah (BSU), Kepala Disnakertrans DIY
              Aria  Nugrahadi  menjelaskan  pihaknya  hanya  memiliki  kewenangan  untuk  menyampaikan
              sosialisasi dan mengoptimalkan bantuan. Sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada BPJS
              Ketenagakerjaan.

              "Kenapa melalui BPJS Ketenagakerjaan? Karena datanya yang dianggap oleh pemerintah paling
              valid dalam kondisi sekarang untuk menyalurkan bantuan itu," papar Aria.

              Meskipun sebenarnya, ungkap Aria, BPJS Ketenagakerjaan itu tidak didesain untuk penyaluran
              BSU  melainkan  untuk  pembayaran  premi  dan  klaim  asuransi  saat  terjadi  kecelakaan  kerja.
              Namun, data yang dikantongi BPJS Ketenagakerjaan dianggap paling valid dan memudahkan
              untuk pemindahbukuan dalam penyaluran BSU.

              Terkait kekhawatiran pemotongan upah oleh perusahaan dengan dalih pandemi Covid-19, Aria
              menyampaikan pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi tersebut. Hanya saja, ia meminta para
              buruh dapat menyajikan data yang rigid dan valid agar memudahkan follow up pengawasannya.

              Sedangkan menyangkut Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Aria tak berkomentar banyak.



                                                           47
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53