Page 99 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JUNI 2021
P. 99
Seperti diketahui, Walikota Surabaya, Ery Cahyadi telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor
443/6744/436.8.4/2021 pada tanggal (18/6/2021) tentang antisipasi penyebaran Covid-19
akibat mobilitas perjalanan pekerja atau karyawan keluar masuk kota Surabaya.
Dalam SE tersebut ditegaskan bahwa industri diimbau untuk meminta hasil tes Swab PCR
karyawan atau pegawai 3×24 jam.
Padahal biaya untuk melakukan tes PCR tersebut masih sangat mahal, berbeda dengan tes
antigen atau tes GeNose yang biayanya relatif lebih murah.
“Kepada siapapun biaya kewajiban tes swab PCR ini dibebankan, akan sangat memberatkan,
baik untuk karyawan atau industri karena biaya tes PCR ini sangat mahal,” tegas Adik Dwi
Putranto, Surabaya, Sabtu (19/6/2021).
Jika kewajiban itu benar-benar diberlakukan, untuk biaya pemeriksaan tes Antigen saja, ujar
Adik, seorang pekerja harus merogoh kocek sekitar Rp 150 ribu per tes.
Sehingga untuk satu bulan, maka karyawan harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp 1,5
juta karena harus melakukannya sebanyak 10 kali. Apalagi jika kewajiban tersebut adalah
melakukan tes PCR yang biayanya mencapai sekitar Rp 900 ribu per sekali tes.
“Bisa dibayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan dalam sebulan. Dengan mengeluarkan
biaya tambahan sebesar Rp 1,5 juta per bulan untuk tes antigen saja sudah sangat berat, apalagi
tes PCR,” ujarnya.
Dan kewajiban itu bisa menjadi beban industri apabila biayanya dibebankan pada pengusaha,
sebab selama ini kalangan industri atau pengusaha telah banyak merugi akibat COVID-19.
Ditambah, banyak industri di Jatim yang terpaksa merumahkan karyawannya, sebab kondisi
ekonomi tidak memungkinkan untuk diputar setelah adanya kebijakan pemerintah untuk bekerja
di rumah.
Sehingga SE itu menurutnya bisa mengganggu aktivitas serta menghambat perputaran ekonomi
di Kota Pahlawan tersebut.
Adik menegaskan, sebenarnya langkah penyekatan seperti di jembatan Suramadu yang telah
dilakukan Pemkot Surabaya sudah sangat baik dan efektif.
Langkah tersebut juga bisa dilakukan di perbatasan Sidoarjo dan Gresik karena sebenarnya yang
masuk ke Surabaya tidak hanya dari satu pintu saja. “Ini bisa dikordinasikan dengan kabupaten
Sidoarjo dan Gresik,” pungkasnya.(ma)
98