Page 276 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 276
MENAKER TEGASKAN KOMITMEN PELINDUNGAN ABK PERIKANAN INDONESIA
MERUPAKAN HAL MUTLAK!
JAKARTA - Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal
berbendera asing masih rentan menjadi korban eksploitasi. Untuk meningkatkan pelindungan
bagi para ABK, Kementerian Ketenagakerjaan terus membenahi tata kelola penempatan dan
pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal berbendara asing.
"Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan
pelindungan bagi awak kapal perikanan yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap
tindak eksploitasi," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah saat menjadi Keynote Speech di
seminar 'Melindungi ABK Indonesia di Kapal Asing' yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean
Justice Initiative, di Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Menurutnya, perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan jika terdapat instrumen hukum
yang mengaturnya. Saat ini pemerintah masih terus menyelesaikan aturan turunan dari Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI),
terutama terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk penempatan dan
pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing. Saat
ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan ke Sekretariat Negara.
Menaker Ida menyatakan, RPP ini membawa harapan agar pelindungan ABK menjadi lebih
lengkap/paripurna mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Selain itu, permasalahan
dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi
awak kapal perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
"Substansi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Awak Kapal, yang mana
rujukan pengaturannya kita ambil, baik dari instrumen internasional, yaitu Konvensi ILO
mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja
di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya, seperti di bidang
pelayaran, kepelautan, serta perikanan," ujarnya.
Pihaknya juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan
penempatan pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna
memastikan perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melanggar aturan. Sementara itu, kepala
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan bahwa
pokok permasalahan sulitnya penanaganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah
ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK. Hal ini karena masih terdapatnya tumpang tindih
dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara
asing.
"Kami punya harapan dari UU No.18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini, akan
memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola baik bagi tata kelola maupun pelindungan bagi
awak ABK perikanan Indonesia. Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka
kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan
Indonesia," tuturnya. Sebagai penutup, Menaker Ida mengapresiasi Indonesia Ocean Justive
Initiative (IOJI) yang concern terhadap isu pelindungan awak kapal migran Indonesia. Salah satu
kontribusinya yakni dalam bentuk Policy Brief mengenai Perbaikan Tata kelola Pelindungan ABK
Indonesia di Kapal Ikan Asing.
"Rekomendasi kebijakan yang diajukan telah kami jadikan referensi yang berharga bagi
Pemerintah, selaku regulator, dalam menetapkan kebijakan pelindungan Pekerja Migran
Indonesia yang bekerja sebagai Awak Kapal Perikanan di Kapal Berbendera Asing," ujarnya. (CM)
(ars).
275