Page 59 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 59

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Tegal, Zainudin, mengungkapkan eksploitasi pelaut Indonesia
              di atas kapal ikan asing ini sudah seringkali terjadi, bahkan sudah dianggap lumrah di kalangan
              pelaut. Pemerintah seolah abai, sehingga kasus-kasus ini selalu saja terulang.

              Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan daerah sekitarnya sendiri selama ini jadi salah satu daerah
              kantong terbesar ABK Indonesia yang menggantungkan hidup di kapal ikan asing, khususnya
              kapal-kapal dari China, Taiwan, dan Korea Selatan.

              "Kita sudah seringkali melaporkan masalah ini, tapi tak pernah ditanggapi serius oleh pemerintah.
              Bekerja di kapal bisa sampai 2 hari dengan istirahat minim, sakit pun masih harus kerja, karena
              jam kerjanya ditentukan seenaknya oleh nahkoda," ungkap Zainudin.

              "Kerja di kapal ikan itu sudah lazim dokumen seperti paspor ABK ditahan perusahaan agensi.
              Kalau belum bekerja sampai kontrak 2 tahun, dia pulang ke Indonesia harus bayar tiket sendiri
              dan  mengganti  biaya  keberangkatan.  Ini  kan  sengaja  mengikat,  apa  namanya  kalau  bukan
              perbudakan," kata dia lagi.
              Zainudin yang juga pernah bekerja sebagai ABK ini juga menuturkan, kasus kematian ABK kapal
              sendiri sebenarnya juga seringkali terjadi. Diskriminasi pada ABK asal Indonesia juga sudah jadi
              rahasia umum.

              "ABK Indonesia meninggal di atas kapal sudah sering terjadi. Jazadnya hanya dilarung ke laut,
              padahal  ini  melanggar  kontrak.  Kalau  bicara  ABK  dibuang  ke  laut,  ini  selalu  terjadi.
              Kemanusiannya di mana?" ucap dia.















































                                                           58
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64