Page 142 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 MARET 2021
P. 142
PEKERJA MIGRAN RENTAN STRES, PENYIAPAN KESEHATAN MENTAL BELUM
OPTIMAL
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan menyadari situasi kerja, perbedaan budaya dan situasi
negara tempat bekerja, serta kecemasan dari keluarga yang ditinggalkan menjadi faktor pemicu
stres pekerja migran Indonesia (PMI) . Bahkan ketidaksiapan kondisi psikologi dapat mengarah
pada gangguan psikologis bagi PMI.
Untuk itu, Kemenaker memberikan perhatian secara serius terhadap kondisi psikologis dan
kesehatan mental PMI sebelum diberangkatkan. Pengaturan ini maknanya adalah kondisi
psikologi dianggap penting bagi calon PMI dalam pelaksanaan tugasnya," ujar Direktur
Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker Eva Trisiana dalam
seminar bertajuk ''Kegiatan Intervensi Psikologis untuk CPMI', di Jakarta pada Selasa (23/3).
Eva mengatakan kebijakan itu sesuai amanah Pasal 13 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagai salah satu dokumen bagi calon PMI. Bahkan,
secara khusus, salah satu pengaturan lebih teknis penempatan dan pelindungan pekerja migran
mengacu Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan
Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia.
Direktur Eva Trisiana mengatakan upaya pemerintah untuk membekali PMI dengan keterampilan
yang menunjang pekerjaan telah dilakukan melalui Balai Latihan Kerja (BLK). "Namun hal yang
terkait dengan kondisi psikologis dan kesehatan mental PMI masih menjadi fokus perhatian,"
katanya.
Namun Eva Trisiana mengakui penerapan kebijakan itu masih belum optimal. Ketidaksiapan
kondisi psikologi dapat mengarah menjadi ancaman stres dan gangguan psikologis bagi PMI
yang pada gilirannya berdampak kepada kenyamanan dan kesiagaan bekerja selama di negara
tujuan penempatan.
Menurutnya kegiatan seminar ini juga sebagai soft reminder kepada Kemnaker selaku pembuat
kebijakan dalam tata kelola penempatan PMI, sekaligus sebagai kesempatan untuk menguji coba
model, pola, pendekatan, dan/atau teori yang sesuai untuk konteks PMI. ‘’Hasil dari kegiatan ini
tentunya dapat memberikan gambaran dan rekomendasi," ujar Eva.
Dia berharap ke depan kegiatan serupa bisa lebih lebih fokus kepada segmen CPMI tertentu atau
negara tujuan penempatan tertentu, untuk dapat menggambarkan apakah terdapat perbedaan
treatment signifikan terkait dengan intervensi psikologis. "Ke depannya kami berharap upaya-
upaya ini dapat memberikan kontribusi konkret dalam mewujudkan tata kelola penempatan PMI,
sesuai kondisi ideal yang diharapkan dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.
141